antara seseorang dengan teman, tetangga, kerabat atau pada orang yang tak dikenal sekalipun akan meninggalkan bekas luka atau sakit hati yang tak kunjung sembuh. Terkadang, seseorang yang cerdas pun, tak mampu untuk mengusir rasa sakit hati yang terlanjur sudah tertancap cukup lama, apalagi kadar rasa kemarahan itu terlanjur terlampau tinggi.
![]()  | 
Al Qur’an telah mengajarkan kepada manusia, agar pandai mengelola  hatinya. Jika akan membalas perlakuan yang sama yang telah dilakukan  sseseorang dengan buruknya pada kita, hendaknya sesuai kadarnya, tidak  boleh lebih buruk. Namun jika manusia itu bisa mengendalikan diri dan  bersabar, maka ia akan keluar sebagai manusia utama dan itu lebih baik  di mata Allah.
“Dan  jika kamu membalas, balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan  yang ditimpakan kepadamu, Tetapi, jika kamu bersabar, sesungguhnya itu  lebih baik bagi orang yang sabar” (An Nahl ayat 16).
 Belajar berbesar hati dan mulai menata diri untuk memaafkannya memang  bukan perkara mudah untuk orang yang terlanjur tersakiti hati dan  raganya. Namun, Islam mengajarkan beberapa  hal kepada manusia untuk  bisa mengelola dan mengobati rasa sakit hati. Sikap yang harus dilakukan  itu adalah:
- Kita harus mulai menanamkan pada diri sendiri jika perlakuan menyakiti hati dan badan seseorang itu merupakan suatu kesalahan dan dosa.
 
Karena,  jika itu sudah tertanam dalam benak, maka tak ada dalam kamus kita  untuk terlebih dahulu menyakiti seseorang. Pepatah mengatakan, Siapa  menabur maka ia akan menuai, hal ini berarti siapa yang akan menabur  kebajikan maka ia akan lebih banyak menuai hal yang sama pula. Hal ini  juga berlaku pada hal yang buruk, siapa yang sering melukai dan  menyakiti orang lain, ia akan lebih cenderung mendapati hal serupa,  sebagai ajang pembalasan dari orang lain, ataupun kemarahan Allah.
Tidak membalas perlakuan buruk dengan perlakuan lebih buruk.    
                           
                           
Karena  hal ini tidak akan pernah menyelesaikan masalah, yang ada malah  perasaan dendam yang bisa turun menurun pada anak cucu kelak. Jika bisa  diselesaikan secara baik-baik dengan komunikasi yang intens, maka hal  itu lebih utama. Namun jika harus terpaksa membalas, maka maksimal  membalas dengan perlakuan yang sama dengan orang yang berbuat itu pada  kita, bukan pada orang lain atau salah sasaran.
- Belajar memaafkan.
 
Bukan  perkara mudah memaafkan orang yang sudah menyakiti kita. Tapi manusia  bisa apa selain melakukan kebaikan? Jika belajar bersikap legowo,  menyerahkan keadilan itu pada Sang Juru Adil, yakni Allah semata, maka  InsyaAllah hasilnya akan lebih baik. Pada tahap ini, manusia akan  menjadi lebih sabar.
- Perbanyak Dzikir.
 
Mengapa  manusia harus perbanyak dzikir? Karena sebenarnya dzikir adalah obat  sakit hati yang paling ampuh. Manusia yang mulutnya sering beristighfar,  menyebut asma Allah akan menjadi lebih tenang, dan menyerahkan seluruh  kejadian dalam dirinya pada Allah semata. Gelapnya hati, sedihnya rasa  akan larut jika sudah menyebut AsmaNya secara intens. Akal dan kesehatan  jiwa akan terus terjaga untuk lisan yang selalu berdzikir, hingga  perasaan dendam dan sakit hati akan menjauh.
“Tidaklah  sekelompok orang yang duduk dan berdzikir pada Allah, melainkan akan  dikelilingi para malaikat, mendapatkan limpahkan rahmat, diberikan  ketenangan hati dan Allah akan memuji mereka pada orang yang ada  didekatnya” (HR. Muslim).
Demikianlah sahabat Ummi, rasa sakit hati janganlah dipelihara karena  akan membuat penyakit hati yang kronis dan akan mempengaruhi raga.  Menjadi pemaaf dan mengelola hati memang adalah pilihan yang terbaik,  semoga kita semua bisa melakukannya. Aamiin.

