Kufur, Satu Millah Banyak Wajah
Al-kufru millah waahidah. Para abnaa` ash-shohwah al-Islamiyah pasti mengenal istilah itu. Frase yang menggambarkan perkubuan berbagai aliran faham kekafiran tatkala berhadapan dengan kekuatan Islam. Kekafiran merupakan agama yang tunggal, meski berbagai credo, beragam aliran kepercayaan, namun sejatinya satu. Satu dalam front berhadapan dengan keimanan.
Untuk mendapatkan gambaran lebih komprehensif, kita akan menyajikan perspektif Islam dalam hal ini, kemudian melihat benarkah realitasnya seperti itu.
Perspektif Al-Qur`aan dan As-Sunnah
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman di dalam kitab-Nya :
Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain…[Al-Anfal: 73]
Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah… [Al-Hasyr : 14].
Syaikh ‘Abdur-Rahman bin Nashir bin as-Sa’diy dalam tafsirnya Taysiru Karim ar-Rahman fie Tafsiri al-Kalam al-Mannan menjelaskan bahwa Allah mengikatkan perwalian antara sesama mu’min. Dia juga mengkabarkan bahwa sifat perkumpulan orang-orang kafir, sebagian mereka merupakan wali bagi sebagian lainnya. Maka tidaklah menjadikan orang kafir sebagai teman akrab, pemimpin dan penolong kecuali kafir juga seperti mereka.
Di dalam menghadapi kubu keimanan front kekufuran ‘menafikan perseteruan antar sesama mereka’. Antar sesama kekuatan kafir mempunyai kepentingan dunia yang juga saling berbenturan. Kadang mereka dapat menegosiasikan kepentingan itu sehingga sepakat berbagi, namun tak jarang perseteruan itu begitu terbuka tak dapat ditutupi.
Meskipun begitu, jika berhadapan dengan kubu keimanan, kekuatan yang berebut kepentingan itu akan bersatu. Hal ini dikarenakan mereka paham betul bahwa jika mereka memberi celah kepada kubu kekuatan iman untuk berkembang dan memenangi pertarungan, kepentingan bersama mereka yang paling mendasar pasti terancam. Titik pertemuan kepentingan itu adalah ‘kehidupan mereka yang dilandaskan kepada hawa nafsu’. Karena itu mereka berdiri di satu front dan membidik dari satu busur.
Karenanya Allah memerintahkan kepada orang-orang mu’min untuk melakukan hal yang sama. Perintah itu ditampilkan dalam balutan penggambaran akibat buruk jika hal itu diabaikan.
…Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar. [Al-Anfal : 73].
Permisalan orang-orang mu’min didalam saling mencintai, saling mengasihi dan saling menjaga hubungan sesama mereka seperti satu tubuh ; jika salah satu bagian merasakan sakit, seluruh tubuh merasakan demam dan tidak dapat tidur.[al-Bukhariy dan Muslim].
Orang mu’min satu dengan lainnya seperti bangunan yang sebagiannya menopang sebagian yang lain. [al-Bukhariy dan Muslim].
Persekutuan Front Kekufuran dalam Realitas Kekinian
Dalam sebuah interview dengan al-Jazeera beberapa waktu setelah serangan 11 September, Usamah bin Ladin rahimahulLah menggambarkan Bush seolah berdiri memanggul salib besar di barisan terdepan seraya berkata kepada para pemimpin dunia “Kalian bersama kami atau berhadapan dengan kami!” Menurut beliau tak ada bedanya dengan perang-perang salib yang lalu dimana Richard dari Inggris, Frederick Barbarosa dari Jerman dan Louis dari Perancis versus Shalahuddin dan ummat Islam. Bush sendiri yang mengatakan peperangan ini dengan perang salib, meskipun mereka buru-buru meralatnya.
Sepanjang sejarah, front kekafiran selalu berdiri bersama dalam menghadang laju kubu keimanan. Pada era kekinian, penyerbuan ke Afghan yang diklaim merupakan ‘sarang teroris’ meskipun dikomandoi oleh AS, tetapi AS tidak mau sendirian. AS meminta mandat dari PBB dan lembaga tersebut mengeluarkan resolusi no 1386 pada 31 Mei 2006 sebagai dasar formal pembentukan ISAF [International Security Assistance Force / Pasukan Bantuan Keamanan Internasional]. Setidaknya ada 26 negara yang mengambil peran dalam koalisi tersebut.
Di Somalia, dalam upaya membendung gerakan Asy-Syabab yang bercita-cita menegakkan syari’at Islam, AS selaku conductor simphoni perang, mendikte PBB mengeluarkan resolusi yang memberi legalitas untuk intervensi ke Somalia. Pasukan gabungan Uni Afrika yang menjadi pelaksana lapangan kepentingan global ini. Begitu juga di Iraq, AS mengajak sekutunya NATO untuk menerjuni perang.
Negara-negara barat seolah melupakan pertentangan ideologi sesama mereka, perebutan pengaruh dan kepentingan ekonomi masing-masing negara yang sesungguhnya sangat sengit. Hal itu mereka kubur demi memprioritaskan penanganan the common enemy, yakni Islam. Realitas ini sulit untuk diingkari bagi siapun, barat sendiri maupun umat Islam.
Koalisi Lokal
Kerja sama dan persekutuan untuk membendung kebangkitan umat Islam juga terjadi di level lokal dan regional. Jika kita mencermati laporan-laporan ICG [International Crisis Group] termasuk laporan terakhir yang dirilis pada 19 April 2011, lembaga ini dengan rekomendasi-rekomendasi yang telah diarahkan secara spesifik kepada masing-masing pihak yang berkepentingan [kemenkumham, kemendiknas, birokrasi masyarakat, dll]. Rekomendasi itu memandu tindakan-tindakan yang mesti diambil untuk mencegah kemajuan umat Islam, atas nama war on terror.
Laporan ICG mencerminkan persekutuan mutualistik antara lembaga tersebut di satu pihak dan aparat pemerintah sekuler di pihak lain. Tidak sedikit sumber-sumber yang dirujuk oleh ICG berasal dari bocoran hasil interogasi yang dilakukan aparat penyidik terhadap tersangka. Padahal sudah menjadi rahasia umum bahwa hasil interogasi tidak obyektif sebagai sumber laporan, lantaran sangat seringnya _jika tidak boleh dikatakan selalu_ disertai dengan intimidasi dan penyiksaan.
Sebagai lembaga penelitian, ICG seharusnya obyektif dan independent. Standard obyektif itu mereka langgar atas nama war on terror, sebab ‘para teroris’ bukan jenis manusia, dan tidak perlu diperlakukan dengan standard obyektif manusia. Mungkin yang ada di pikiran mereka yang penting kecepatan informasi dan rekomendasi dalam ‘peperangan menghadapi teroris’ yang diprioritaskan, sedang akurasi dan obyektivitas boleh diabaikan. Toh masyarakat sudah bisa menerima, ‘kaum teroris’ juga tidak memiliki akses memadai dalam persoalan hukum dan media massa.
Benar-benar mutualistik ; yang satu melakukan penindakan, pihak yang lain mengintimidasi dan menyiksa untuk mendapat informasi, pihak yang lain lagi mengkaji dan menganalisa informasi yang didapat untuk menghasilkan kesimpulan dan rekomendasi tindakan yang cepat dan tepat. Dengan tindakan itu, ICG telah memposisikan diri sebagai salah satu institusi intelijent perang, bukan lembaga peneliti yang obyektif dan independent.
Rekomendasi yang Keluar dari Konteks
Tindakan yang direkomendasikan ICG makin hari makin keluar dari konteks war on terror ; mengawasi pembinaan kesiswaan oleh Rohis, mengawasi ceramah para juru dakwah, jika perlu mencabut ijin bicara di publik bagi mereka yang pernah tersangkut kasus ‘terorisme’, dll. Jika dicermati, rekomendasi itu bukan lagi war on terror tetapi memerangi Islam dan menghalangi ummat Islam untuk memahami dan mengamalkan dien-nya.
Mereka menginginkan Islam yang berkembang adalah Islam yang bisa menerima kedholiman, pelanggaran moral dan membiarkan saudara sesama muslimnya dianiaya tanpa pembelaan.
Jika sudah demikian, persoalannya kembali kepada umat Islam dan para pemimpinnya, akankah mereka menerima penghinaan itu atau akan melawannya. Para pemimpin umat boleh memilih apakah mereka dan umat yang dipimpinnya akan membiarkan para putra-putra pilihan umat yang mengangkat martabat agamanya berjuang sendirian tanpa dukungan mereka, menghadapi koalisi kekuatan kafir yang hendak mematikan cahaya Allah, menjarah kekayaan umat dan menghinakan pemeluknya. Jika mereka membiarkannya, memilih hidup nyaman menyanyikan simphoni perdamaian dibawah aba-aba dirigent AS, sejarah akan mencatat kelakuan mereka dan mereka akan dipermalukan di hadapan pengadilan Allah nanti disaksikan oleh saa-irul-kholaaiq [seluruh makhluk]. Sebab, sejatinya hanya mata hati yang buta yang tidak mampu melihat realitas yang terang benderang ini.
Adapun para pemegang tampuk pemerintahan di negeri-negeri muslim yang lebih rela menjadi pelayan AS, hendaknya mereka mempertimbangkan kembali sikapnya. Belum cukupkah tayangan live nasib para pemimpin dhalim di timur tengah sebagai pelajaran? Dahulu mereka tegak berdiri di bawah topangan AS dan sekutu baratnya, bukankah sekarang yang mencampakkan mereka juga AS dan sekutu baratnya setelah dianggap tidak berguna? Mengapa Chaves dan Castro yang tidak beragama lebih mempunyai kepribadian, berani mengambil sikap berbeda dibanding anda sekalian?
Kebangkitan Islam dan Umatnya
Zaman kebangkitan Islam sudah datang. Para putra terbaik umat ini di setiap tempat telah mulai bangkit. Mari ambil bagian, sambil mewaspadai tindakan-tindakan nalar pendek yang tidak semestinya, dan melakukan persiapan yang pantas dibawah panduan kejujuran kepada syari’at dan kesungguhan. Gelombang kebangkitan umat Islam adalah kenyataan, mereka seperti air bah yang akan menggulung setiap penghalang bak bendungan jebol. Bagaimana mungkin air bah itu mereka tahan dengan jari-jari tangan?