Hadits Ahad & Pembagiannya." Ahad menurut bahasa mempunyai arti satu. Dan khabarul-wahid adalah khabar yang diriwayatkan oleh satu orang. Sedangkan hadits ahad menurut istilah adalah hadits yang belum memenuhi syarat-syarat mutawatir. Hadits ahad terbagi menjadi 3 macam, yaitu : Masyhur, ‘Aziz, dan Gharib.[1]
Pembagian Hadits Ahad
Hadits Masyhur
Masyhur menurut bahasa adalah “nampak”. Sedangkan menurut istilah adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 perawi atau lebih pada setiap thabaqah (tingkatan) dan belum mencapai batas mutawatir.
Contohnya, sebuah hadits yang berbunyi (artinya) : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengambil ilmu dengan melepaskan dari dada seorang hamba. Akan tetapi akan melepaskan ilmu dengan mengambil para ulama. Sehingga apabila sudah tidak terdapat seorang yang alim, maka orang yang bodoh akan dijadikan sebagai pemimpin, lalu memberikan fatwa tanpa didasari ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan”.[2]
Hadits masyhur ini juga disebut dengan nama Al-Mustafidh.
Hadits masyhur di luar istilah tersebut dapat dibagi menjadi beberapa macam yang meliputi : mempunyai satu sanad, mempunyai beberapa sanad, dan tidak ada sanad sama sekali; seperti :
a. Masyhur di antara para ahli hadits secara khusus, misalnya hadits Anas : “Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah melakukan qunut selama satu bulan setelah berdiri dari ruku’ berdoa untuk (kebinasaan) Ra’l dan Dzakwan”.[3]
b. Masyhur di kalangan ahli hadits dan ulama dan orang awam, misalnya : “Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya”.[4]
c. Masyhur di antara para ahli fiqh, misalnya : “Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talaq” .[5]
d. Masyhur di antara ulama ushul fiqh, misalnya : “Telah dibebaskan dari umatku kesalahan dan kelupaan…..” .[6]
e. Masyhur di kalangan masyarakat umum, misalnya : “tergesa-gesa adalah bagian dari perbuatan syaithan” .[7]
Buku-buku yang berisi tentang kumpulan hadits masyhur, antara lain :
Al-Maqaashidul-Hasanah fiimaa Isytahara ‘alal-Alsinah, karya Al-Hafidh As-Sakhawi.
Kasyful-Khafa’ wa Muzilul-Ilbas fiimaa Isytahara minal-Hadiits ‘alal Asinatin-Naas, karya Al-Ajluni.
Tamyizuth-Thayyibi minal-Khabitsi fiimaa Yaduru ‘alaa Alsinatin-Naas minal-Hadiits, karya Ibnu Daiba’ Asy-Syaibani.
Hadits ‘Aziz
‘Aziz artinya : yang sedikit, yang gagah, atau yang kuat.
‘Aziiz menurut istilah ilmu hadits adalah : Suatu hadits yang diriwayatkan dengan minimal dua sanad yang berlainan rawinya.
Contohnya : Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
“Tidaklah beriman salah seorang di antara kamu hingga aku (Nabi) lebih dicintainya daripada bapaknya, anaknya, serta serta seluruh manusia”.[8]
Susunan sanad dari dua jalan tersebut adalah : Yang meriwayatkan dari Anas = Qatadah dan Abdul-‘Aziz bin Shuhaib. Yang meriwayatkan dari Qatadah adalah Syu’bah dan Sa’id. Yang meriwayatkan dari Abdul-‘Aziz adalah Isma’il bin ‘Illiyah dan Abdul-Warits.
Hadits Gharib
Gharib secara bahasa berarti yang jauh dari kerabatnya. Sedangkan hadits gharib secara istilah adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi secara sendiri.
Dan tidak dipersyaratkan periwayatan seorang perawi itu terdapat dalam setiap tingkatan (thabaqah) periwayatannya, akan tetapi cukup terdapat pada satu tingkatan atau lebih. Dan bila dalam tingkatan yang lain jumlahnya lebih dari satu, maka itu tidak mengubah statusnya (sebagai hadits gharib).
Sebagian ulama’ lain menyebut hadits ini sebagai Al-Fard.
Pembagian Hadits Gharib[9]:
Gharib Muthlaq, disebut juga : Al-Fardul-Muthlaq; yaitu bilamana kesendirian (gharabah periwayatan terdapat pada asal sanad (shahabat). Misalnya hadits Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam : “Bahwa setiap perbuatan itu bergantung pada niatnya”(HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini diriwayatkan sendiri oleh Umar bin Al-Khaththab, lalu darinya hadits ini diriwayatkan oleh Alqamah. Muhammad bin Ibrahim lalu meriwayatkannya dari Alqamah. Kemudian Yahya bin Sa’id meriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim. Kemudian setelah itu, ia diriwayatkan oleh banyak perawi melalui Yahya bin Sa’id. Dalam gharib muthlaq ini yang menjadi pegangan adalah apabila seorang shahabat hanya sendiri meriwayatkan sebuah hadits.
Gharib Nisbi, disebut juga : AL-Fardun-Nisbi; yaitu apabila keghariban terjadi pada pertengahan sanadnya, bukan pada asal sanadnya. Maksudnya satu hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari satu orang perawi pada asal sanadnya, kemudian dari semua perawi itu hadits ini diriwayatkan oleh satu orang perawi saja yang mengambil dari para perawi tersebut. Misalnya : Hadits Malik, dari Az-Zuhri (Ibnu Syihab), dari Anas radliyallaahu ‘anhu : “Bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam mesuk kota Makkah dengan mengenakan penutup kepala di atas kepalanya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Malik dari Az-Zuhri. Dinamakan dengan gharib nisbi karena kesendirian periwayatan hanya terjadi pada perawi tertentu.
[1] http://jacksite.wordpress.com/2007/07/04/ilmu-hadits-definisi-hadits-ahad-hadits-masyhur-hadits-aziz-hadits-gharib/
[2] (HR. Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi).
[3] (HR. Bukhari dan Muslim)
[4] (HR. Bukhari dan Muslim).
[5] (HR. Al-Hakim; namun hadits ini adalah dla’if).
[6] (HR. Al-hakim dan Ibnu Hibban).
[7] (HR. Tirmidzi dengan sanad hasan. Lihat Nudhatun-Nadhar halaman 26 dan Tadribur-Rawi halaman 533).
[8] (HR. Bukhari dan Muslim; dengan sanad yang tidak sama) : Hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari jalan Anas. Dan diriwayatkan pula oleh Bukhari dari jalan Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhuma.
[9] Nudhatun-Nadhar halaman 28 dan Taisir Musthalah Al-Hadits halaman 28