Hadits Hasan dan Pembagiannya
Pengertian Hadits Hasan
Pengertian Hadits Hasan
Hadits hasan ialah hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh seorang yang adil tetapi kurang dhabit, tidak terdapat di dalamnya suatu kejanggalan (syadz) dan tidak juga terdapat cacat (‘Illat). Sehingga pengertian hadits hasan oleh para ulama mutahaddisin didefinisikan sebagai berikut:
مالايكون في اسناده من يتهم بالكدب ولا يكون شاذا ويروى من غير وجه نحوه
فى المعنى
“ialah hadits yang pada sanadnya tidak terdapat orang yang tertuduh dusta, tidak terdapat kejanggalan pada matannya dan hadits itu diriwayatkan tidak dari satu jurusan (mempunyai banyak jalan) yang sepadan maknanya.”
Pada dasarnya, hadits hasan dengan hadits shahih tidak ada perbedaan, kecuali hanya dibidang hafalannya. Pada hadits hasan, hafalan perawinya ada yang kurang meskipun sedikit. Adapun untuk syarat-syarat lainnya, antara hadits hasan dengan hadits shahih adalah sama.
Klasifikasi Hadits Hasan
1. Hadits Hasan li-Dzatih
Hadits yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhabit meskipun tidak sempurna, dari awal sanad hingga akhir sanad tanpa ada kejanggalan (syadz) dan cacat (‘Illat) yang merusak hadits.[1]
2. Hadits Hasan li-Ghairih
Hadits yang pada sanadnya ada perawi yang tidak diketahui keahliannya, tetapi dia bukanlah orang yang terlalu benyak kesalahan dalam meriwayatkan hadits, kemudian ada riwayat dengan sanad lain yang bersesuaian dengan maknanya. Jumhur ulama muhaddisin memeberikan definisi tentang hadist hasan li-Ghairihi sebagai berikut:
مالايخلوإسناده من مستور لم تتحقق أهليته وليس مغفلا. كثير الخطاء ولاظهر
منه سبب مفسق, ويكون متن الحديث معروفا برويتة مثله أو نحوه من وجه آخر
Yaitu hadits hasan yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur (tak nyata keahliannya), bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab yang menjadikan fasik dan matan haditsnya adalah baik berdasarkan periwayatan yang semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain.
Hadist hasan li-Ghairihi pada dasarnya adalah hadits dha’if. Kemudian ada petunjuk lain yang menolongnya, sehingga ia meningkat menjadi hadits hasan. Jadi, sekiranya tidak ada yang menolong, maka hadits tersebut akan tetap berkualitas dha’if.[2]
[1] Ibid., Munzier Suparta..., hlm. 145.
[2] Suhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, hlm. 182.
http://syakirman.blogspot.com/2010/12/menilai-kualitas-hadits-shahih-hasan.html