Kemenangan Islam; antara Nubuwah dan Kenyataan
Pada saat menggali parit dalam persiapan perang Ahzab, sebagian sahabat menghadapi batu besar yang menghalangi penggalian parit. Hal itu dilaporkan kepada beliau. Sebab sekalipun masalah teknis, tetapi para sahabat sadar, jika melakukan inisiatif sendiri dengan memindahkan parit demi menghindari batu tersebut dapat berakibat fatal. Belokan parit itu bisa menjadi titik lemah pertahanan. Padahal keselamatan kota Madinah dan penduduknya, secara ikhtiar sangat tergantung kualitas parit yang digali itu. Disisi lain, untuk memecahkan batu itu mereka kesulitan.
Mendapat laporan itu, beliau melakukan inspeksi untuk melihat langsung batu besar yang menghalangi penggalian parit tersebut. Benar dugaan sahabat, beliau tidak berpendapat untuk membelokkan parit, tetapi jika batu dibiarkan, parit belum memenuhi kedalaman standard, hal itu juga akan menjadi titik lemah pertahanan. Maka beliau mengambil pemecah batu berukuran besar dan mengayunkan sendiri untuk memecahkan batu tersebut. Pukulan pertama menimbulkan percikan api, beliau bertakbir, batu belum pecah. Hantaman kedua menimbulkan percikan api lagi, beliau bertakbir, batu besar itu baru retak. Pukulan ketiga menimbulkan percikan api lagi, batu pecah berkeping-keping dan beliau bertakbir kali yang ketiga. Setiap kali beliau bertakbir diikuti oleh takbirnya para sahabat.
Ketika para sahabat bertanya mengapa beliau bertakbir, beliau jelaskan bahwa dalam percikan api tersebut berturut-turut beliau diperlihatkan istana kekaisaran Romawi, kemudian istana imperium Persi, terakhir istana Sana’a di Yaman. Beliau mengkhabarkan bahwa keseluruhan istana yang dinampakkan oleh Allah kepada beliau akan ditaklukkan oleh umat Islam.
Bagi kita sekarang, nubuwah Nabi tersebut dengan mudah dapat kita imani, bahkan merupakan sebagian mu’jizat beliau karena semua telah terbukti. Tetapi jika kita hidup di zaman ketika beliau mengatakannya, tak semudah kita sekarang mengimaninya. Kabar nubuwah itu disampaikan pada saat situasi umat Islam dalam keadaan paling kritis dalam perjalanan menegakkan eksistensinya. Musyrikin Makkah dan sekitarnya berhasil menggalang kekuatan tempur terbesar, mencapai angka 10.000 pasukan, gabungan dari suku-suku besar penentang dakwah. Masih ditambah pengkhianatan Bani Khuraizhah dari dalam kota Madinah.
Serangan tersebut merupakan klimaks perlawanan Quraisy terhadap dakwah. Maka setelah pasukan besar tersebut mundur dikalahkan tentara Allah yang tak nampak, dan Allah mencukupkan muslimin dari peperangan, beliau bersabda,
الْاَنْ نَغْزُوْهُمْ وَلَا يَغْزُوْنَنَا، نَحْنُ نُسِيْرُ إِلَيْهِمْ
“Sekarang kita yang akan memerangi mereka, dan mereka tak akan mampu lagi memerangi kita, kita akan mendatangi mereka”. [Imam Al-Bukhariy].
Janji Allah Pasti Terjadi
Semua yang disabdakan oleh Nabi tersebut sudah terjadi. Para sahabat yang hidup pada zaman itu, sampai saat terbuktinya nubuwah menjadi saksi atas kebenaran itu. Termasuk perhitungan beliau bahwa kekuatan Ahzab merupakan kekuatan terakhir yang dapat dimobilisir musyrikin Makkah, benar adanya. Menurut Ibnu Ishaq, Quraisy tak pernah lagi mampu menggerakkan pasukan untuk menyerang Madinah hingga fathu Makkah.[1]
Namun, ternyata ada orang-orang yang sezaman dengan kejadian, menyaksikan perjalanan proses dakwah risalah dari sejak keadaan paling lemah hingga secara bertahap menjadi kuat, sedang mereka ada di tengah masyarakat Islam, menyaksikan semua kejadian itu, tetapi mereka tetap sangsi, mereka tidak percaya, hati mereka ber-penyakit. Pada kejadian pemecahan batu dan percikan api disertai berita gembira akan datangnya kemenangan itu, mereka pun bereaksi sangat negatif. Bertentangan secara diametral dengan reaksi orang-orang yang beriman. Mereka berkata :
…مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ إِلَّا غُرُورًا
“Tidaklah Allah dan rasul-Nya menjanjikan kepada kita kecuali menipu”. [al-Ahzab 12]
Bayangkan! betapa besarnya tindak kriminal mereka dalam tinjauan akidah, mereka mendustakan Allah dan rasul-Nya sekaligus, hanya karena mereka sangsi terhadap janji kemenangan dari Nabi-Nya yang disampaikan pada kondisi sangat kritis Padahal, orang-orang itu, meski dengan malas, sesekali mereka sholat berjama’ah bersama Nabi dan para sahabatnya. Persepsi mereka (yang menurut mereka logis), “Hari gini kok bilang mau menguasai Romawi, Persia dan Yaman sekaligus, sedang untuk menghadapi musuh penyerbu saja terpaksa membuat parit, pun dalam keadaan minim persenjataan dan logistik”, begitu kira-kira. Pantaslah jika mereka ditelungkupkan oleh Allah kedalam jahannam dan menempati bagian paling bawah.
Adapun orang-orang yang beriman, mereka merasakan ketenangan karena yakin betul kepada informasi Nabi. Bagi mereka, saat kritis yang tengah mereka hadapi hanya satu tahap perjalanan yang secara kauniy harus mereka lewati menuju tangga kemenangan itu. Sekalipun merasakan berat dan kepayahan tetapi qalbu mereka gembira dan tenang. Masyaqqah dan kesakitan itu tidak mereka pedulikan, sebagaimana para wanita yang tidak peduli menyayat jari mereka karena terpesona ketampanan Yusuf ‘alayhi as-salam.
Nubuwah Nabi yang Belum Terjadi
Kita hidup di zaman dimana masih ada nubuwah Nabi yang belum terjadi. Kita yakin bahwa nubuwah itu pasti terjadi, sebagaimana pastinya kemenangan Islam di zaman sahabat atas Romawi di Syam, kekaisaran Persia, Yaman dan Romawi Timur di Konstantinopel. Nabi telah bersabda :
قَالَ حُذَيْفَةُ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ، فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا ، فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً ، فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ نُبُوَّةٍ ” ثُمَّ سَكَت
Hudzaifah berkata, RasululLah shallalLaahu’alayhi wa sallam bersabda, “Kenabian berlangsung selama kurun waktu yang dikehendaki oleh Allah, kemudian berakhir, kemudian berlangsung kekhalifahan yang lurus menurut sistem kenabian selama masa yang dikehandaki oleh Allah, kemudian berakhir, kemudian berlangsung sistem kerajaan yang keras selama waktu yang dikehendaki oleh Allah, kemudian berakhir, kemudian terjadi pemerintahan yang menindas selama kurun waktu yang dikehendaki oleh Allah, kemudian berakhir, kemudian terjadi kekhilafahan menurut sistem kenabian”. Kemudian beliau diam. [Musnad Imam Ahmad no. hadits 18406].
لَا تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلُ الْمُسْلِمُوْنَ الْيَهُوْدَ فَيَقْتُلُهُمُ الْمُسْلِمُوْنَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُوْدِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ والشَّجَرِ فَيَقُوْلُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللهِ هَذَا يَهُوْدِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُوْدِ
Tidak akan terjadi hari kiyamat sehingga kaum muslimin memerangi Yahudi. Maka mereka ditumpas oleh kaum muslim sehingga orang-orang Yahudi itu bersembunyi di balik batu dan pepohonan. Maka batu dan pohon itu akan berkata, “Wahai muslim, wahai hamba Allah, ini ada orang Yahudi di belakangku, datanglah kesini, bunuhlah dia!” Kecuali pohon gharqad, sesungguhnya pohon itu pohon kaum Yahudi. [Imam Muslim].
Abnaa’ ash-shohwah al-Islamiyah yakin betul akan kebenaran nubuwah RasululLah shallalLaahu ‘alayhi wa sallam ini. Jika bukan karena yakin terhadap janji Allah ini, tentu hati mereka kecut, nyali menciut menyaksikan betapa orang-orang kafir mengerahkan seluruh sarana dan kekuatan yang mereka miliki untuk menghadang gelombang kebangkitan Islam. Seluruh cara, hard maupun soft mereka lakukan.
Beberapa komponen umat pun tergalang oleh kampanye mereka, sebagian lagi murtad menjadi pecundang dan membela mereka. Sementara putra-putra terbaik umat ini mereka buru, mereka bunuh dan mereka penjarakan.
Begitu kerasnya permusuhan orang-orang kafir dan para khulafa’-nya terhadap para putra-putra umat ini sampai-sampai sebagian dari abnaa’ ash-shohwah al-Islamiyah kehilangan sikap tawaasuth dan pikiran rasional, sehingga asal melawan dan membabi buta. Akibatnya kualitas perlawanan menurun, menjadi proyek yang menaikkan rating mereka dan menjadi bahan tertawaan mereka. Wal-’iyadzu bilLah.
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ, وَغَلَبَةِ الْعَدُوِّ, وَشَمَاتَةِ الْأَعْدَاءِ (رَوَاهُ النَّسَائِيُّ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ)
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari belitan hutang, dikalahkan oleh musuh dan menjadi tertawaan mereka. [diriwayatkan oleh Imam an-Nasa`iy dan dishahihkan oleh Imam al-Hakim].
Sikap Munafiqun Zaman ini Terhadap Kebenaran Nubuwah Nabi
Salah seorang diantara para pioneer pembela thoghut, dalam suatu dialog bebas namun tetap dalam nuansa kental permusuhan, berkata kepada salah seorang ustadz sambil menunjukkan sebuah buku nubuwah Nabi tentang akhir zaman, “Ini anak buah Ustadz mau menteror kami dengan buku ini!” Ternyata sebuah buku yang memberitakan tentang nubuwah akhir zaman, yang diantara isinya tentu saja kepastian kehancuran orang-orang Yahudi dan Nashrani serta para khulafaa`-nya, berita tentang kemenangan Islam dan umat Islam di akhir zaman saja cukup menjadi teror mental bagi mereka.
Memang, dalam nubuwah dari Nabi, telah terkandung ancaman terhadap eksistensi mereka. Mereka pun sadar dimana mauqif tempat mereka berada, yakni di barisan penentang Allah. Jika keadaan Islam dan umat Islam hari ini masih compang-camping di bawah hegemoni bahkan dominasi musuh, bukankah eksistensi Madinah pada saat berita kemenangan terhadap Romawi, Persia dan Yaman juga dalam tekanan klimaks musuh. Sejarah berulang. Lalu, masih adakah ruang bagi para abnaa` ash-shohwah al-Islamiyah untuk ragu-ragu?
[1] . Sabilul-Huda war-Rasyad fie Sirati Khayril-’Ibad…, Muhammad bin Yusuf ash-Sholihiy asy-Syamiy, hal 384.