PENGERTIAN AT TATSWIB
At Tatswib dalam bahasa Arab berasal dari kata (ثاب ) yang berarti kembali. Ada juga yang menyatakan dari kata (ثوب) , jika memberi isyarat dengan pakaiannya setelah selesai memberitahu orang lain.[1]
Sehingga secara etimologi bahasa Arab, kata At Tatswib bermakna mengulangi pengumuman setelah pengumuman, dan digunakan untuk menyebut ucapan muadzin ash shalatu khairun minan naum (الصلاة خير من النوم) pada adzan shalat Subuh setelah ucapan hayya ‘ala al falaah dua kali.
Namun dalam penggunaan kata At Tatswib ini terdapat pada tiga perkara:
1). Ucapan muadzin pada shalat Subuh, yaitu ash shalatu khirum minan naum (الصلاة خير من النوم), isebagaimana yang difahami oleh banyak orang. Demikianlah disampaikan Imam Al Khathaabi, bahwa orang umum tidak mengenal At Tatswib, kecuali ucapan muadzin الصلاة خير من النوم.
2). Iqamat, berdasarkan hadits Rasulullah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاَةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ التَّأْذِينَ فَإِذَا قَضَى النِّدَاءَ أَقْبَلَ حَتَّى إِذَا ثُوِّبَ بِالصَّلاَةِ أَدْبَرَ حَتَّى إِذَا قَضَى التَّثْوِيبَ أَقْبَلَ حَتَّى يَخْطِرَ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا اذْكُرْ كَذَا لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ لاَ يَدْرِي كَمْ صَلَّى
"Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,”Jika dikumandangkan adzan untuk shalat, maka setan lari dan ia memiliki suara kentut sampai ia tidak mendengar adzan. Jika selesai adzan, maka ia datang kembali, sampai jika diiqamatkan untuk shalat, maka ia akan lari lagi sehingga selesai At Tatswib (iqamat), maka ia datang kembali sehingga membisikkan (mengganggu) antara seseorang dengan hatinya; setan berkata,”Ingatlah ini dan itu,” untuk sesuatu yang belum pernah ia ingat sebelumnya, sehingga seseorang itu berada dalam keadan tidak tahu jumlah rakaat shalatnya.”[2]
Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan, mayoritas ulama menyatakan bahwa yang dimaksud dengan At Tatswib dalam hadits ini adalah iqamat. Demikian ini yang ditegaskan oleh Abu ‘Awanah dalam Shahih-nya, al Khathabi dan al Baihaqi. Imam al Qurthubi menyatakan, kalimat (ثُوِّبَ بِالصَّلاَةِ) bermakna jika diiqamatkan, dan asalnya ia mengulang sesuatu yang menyerupai adzan. Dan setiap orang yang mengulang-ulang suaranya, (dalam bahasa Arab) dinamakan mutsawwib[3]
3). Ucapan muadzin antara adzan dan iqamat :
" قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ "
Ini merupakan istilah khusus dalam madzhab Abu Hanifah, dan amalan ini tidak ada dasarnya. Bahkan Ibnu Umar menganggapnya sebagai perbuatan bid’ah, sebagaimana diriwayatkan at Tirmidzi dalam Sunan-nya.
Imam at Tirmidzi menyatakan, para ulama berselisih pendapat tentang tafsir At Tatswib. Sebagian mereka menyatakan, At Tatswib adalah ucapan dalam adzan Subuh (الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ). Demikian ini pendapat Ibnu al Mubarak dan Imam Ahmad. Sedangkan Imam Ishaaq berpendapat lain, beliau menyatakan, At Tatswib yang dilarang adalah yang diada-adakan orang setelah masa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu jika muadzin telah selesai beradzan, maka ia diam sebentar menunggu orang-orang dengan membacakan antara dan iqamat:
قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ .
Imam at Tirmidzi berkata: “Apa yang disampaikan Imam Ishaaq tersebut adalah, At Tatswib yang dilarang para ulama dan diada-adakan orang setelah masa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Adapun tafsir Ibnu al Mubarak dan Ahmad menyebutkan, bahwa At Tatswib adalah ucapan muadzin dalam shalat Subuh الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ adalah pendapat yang benar, dan dinamakan juga At Tatswib. Inilah yang dirajihkan (dikuatkan) para ulama [4]
Dalam pembahasan kali ini, kami akan mengangkat masalah At Tatswib makna yang pertama, yaitu ucapan muadzin ash shalatu khairun minan naum (الصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ) pada adzan shalat Subuh setelah ucapan hayya ‘ala al falaah dua kali
HUKUM DAN SYARIATNYA
At Tatswib disyariatkan berdasarkan hadits Abul Mahdzurah yang berbunyi:
فَإِنْ كَانَ صَلَاةُ الصُّبْحِ قُلْتَ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
Jika shalat Subuh, aku mengucapkan الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
[HR Abu Dawud, no. 501; An Nasa-i, 2/7-8 dan Ahmad 3/408; dan dishahihkan al Albani di dalam Takhrij al Misykah, no. 645]
Berdasarkan hadits ini, mayoritas ulama menghukumi At Tatswib sebagai sunnah pada adzan Subuh.[5]
Penulis kitab Shahih Fiqh as Sunnah menyatakan: “At Tatswib dalam adzan fajar telah diriwayatkan dari hadits Bilal, Sa’ad al Qartz, Abu Hurairah, Ibnu Umar, Na’im an Nahaam, ‘Aisyah, Abu al Muahdzurah. Namun dalam sanad-sanadnya terdapat kelemahan. Yang terbaik dari semuanya adalah tiga riwayat terakhir, dan ia dengan keseluruhannya telah menunjukkan pensyariatan At Tatswib dalam adzan fajar”.[6]
BAGAIMANA MENJAWAB AT TATSWIB
Bila seseorang mendengar At Tatswib, maka disyariatkan membalas dengan mengucapkan kalimat
الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ , ini berdasarkan keumuman hadits Abu Sa’id al Khudri yang berbunyi:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ النِّدَاءَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ
Sesungguhnya Rasulullah n bersabda: ”Jika kalian mendengar adzan, maka jawablah seperti yang disampaikan muadzin”. [Muttafaqun ‘alaihi] [7]
AT TATSWIB DI LUAR ADZAN SUBUH
Telah dipaparkan di atas pensyariatan dan hukum At Tatswib dalam adzan Subuh. Namun dalam masalah ini ada sebagian ulama madzhab Hanafiyah dan Syafi’iyah yang membolehkan At Tatswib di waktu Isya’. Dalih yang dikemukakan, karena waktu ‘Isya adalah waktu lalai dan tidur seperti Subuh. Sebagian ulama madzhab Syafi’iyah bahkan memperbolehkannya dalam semua waktu shalat. Pendapat seperti ini merupakan perbuatan bid’ah yang menyelisihi sunnah. Ibnu Umar telah mengingkarinya sebagaimana tersebut dalam riwayat Mujahid, beliau berkata:
كُنْتُ مَعَ ابْنِ عُمَرَ فَثَوَّبَ رَجُلٌ فِي الظُّهْرِ أَوْ الْعَصْرِ قَالَ اخْرُجْ بِنَا فَإِنَّ هَذِهِ بِدْعَةٌ
"Aku dahulu bersama Ibnu Umar, lalu ada seorang mengucap at tatswib pada shalat Dhuhur atau ‘Ashar, maka beliau berkata: “Mari kita keluar, karena ini merupakan perbuatan bid’ah”. [HR Abu Dawud dan dihasankan Syaikh al Albani dalam al Irwa’, no. 236][8]
At Tirmidzi juga membawakan riwayat dari Imam Mujahid, ia berkata :
دَخَلْتُ مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ مَسْجِدًا وَقَدْ أُذِّنَ فِيهِ وَنَحْنُ نُرِيدُ أَنْ نُصَلِّيَ فِيهِ فَثَوَّبَ الْمُؤَذِّنُ فَخَرَجَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ مِنْ الْمَسْجِدِ وَقَالَ اخْرُجْ بِنَا مِنْ عِنْدِ هَذَا الْمُبْتَدِعِ وَلَمْ يُصَلِّ فِيهِ
"Aku bersama Abdulah bin Umar masuk satu masjid yang telah dikumandangkan adzan padanya dan kami ingin shalat disana, lalu muadzin melakukan At Tatswib. Kemudian Ibnu Umar keluar dari masjid dan berkata “marilah kita keluar dari mubtadi’ ini”, dan tidak shalat di masjid tersebut. Imam at Tirmidzi mengomentari riwayat ini: “Abdullah bin Umar melarang At Tatswib yang diada-adakan orang setelah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam “.[9]
WAKTU DIUCAPKAN AT TATSWIB
Dalam masalah waktu diucapkan At Tatswib, terdapat dua pendapat di kalangan ulama. Pertama, diucapkan pada adzan awal sebelum waktu Subuh. Kedua, dilakukan pada waktu adzan Subuh?
Pendapat pertama menyatakan bahwa At Tatswib dilakukan pada adzan pertama sebelum adzan masuk waktu Subuh, dengan mendasarkan hadits Ibnu Umar yang berbunyi:
كَانَ ابْنُ عُمَرَ فِيْ الأَذَانِ الأَوَلِ بَعْدَ الْفَلاَحِ الصَّلاَةُ خَيْرٌ منَ النَّوْمِ مَرَّتَيْنِ
Ibnu Umar dahulu berkata pada adzan awal setelah al falaah (ucapan) : الصَّلاَةُ خَيْرٌ منَ النَّوْمِ dua kali.
Lafadz hadits Abu al Mahdzurah yang berbunyi:
وَإِذَا أَذَّنْتَ بِالْأَوَّلِ مِنْ الصُّبْح فَقُلْ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِِ
"Dan jika kamu beradzan di awal dari Subuh, maka ucapkanlah " [11]: الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ.
Dalam lafadz lainnya disebutkan:
فِي الْأُولَى مِنْ الصُّبْحِ
Pada yang pertama dari Subuh.[12]
Pendapat inilah yang dirajihkan Syaikh al Albani. Beliau rahimahullah menyatakan, At Tatswib disyariatkan hanya di adzan awal Subuh yang dikumandangkan sebelum masuk waktu sekitar seperempat jam, dengan dasar hadits Ibnu Umar yang berbunyi :
كَانَ فِيْ الأَذَانِ الأَوَلِ بَعْدَ الْفَلاَحِ الصَّلاَةُ خَيْرٌ منَ النَّوْمِ مَرَّتَيْنِ
Dahulu berkata pada adzan awal setelah al falaah : الصَّلاَةُ خَيْرٌ منَ النَّوْمِ dua kali. [Diriwayatkan al Baihaqi, 1/423 dan demikian juga ath Thahawi dalam Syarhu al Ma’ani, 1/82 dan sanadnya hasan, sebagaimana disampaikan al Hafizh]
Sedangkan hadits Abu al Mahdzurah mutlak mencakup dua adzan, namun adzan yang kedua bukan yang dimaksudkan, karena ada yang mengikatnya dalam riwayat lainnya dengan lafadz :
وَإِذَا أَذَّنْتَ بِالْأَوَّلِ مِنْ الصُّبْح فَقُلْ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِِ
Dan jika kamu beradzan di awal dari Subuh, maka ucapkanlah : الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, An Nasa-i, Ath Thahawi dan lainnya, dan hadits ini tercantum dalam Shahih Abu Dawud, no. 510-516, sehingga haditsnya ini mendukung hadits Ibnu Umar. Oleh karena itu, setelah menyampaikan lafadz an Nasaa-i, ash Shan’ani berkata di dalam kitab Subulus Salaam 1/167-168: “Dalam hadits ini ada taqyid (unsur yang membatasi) terhadap riwayat yang mutlak”.
Ibnu Ruslaan berkata: “Ibnu Khuzaimah menshahihkan riwayat ini. Ia berkata, pensyariatan At Tatswib hanyalah di adzan pertama fajar, karena untuk membangunkan orang yang tidur. Sedangkan adzan kedua, untuk pemberitahuan masuk waktu dan mengajak shalat”.
Saya (Syaikh al Albani) berkata : “Berdasarkan hal ini, maka kata الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ tidak termasuk lafadz adzan yang disyariatkan untuk mengajak orang shalat dan memberitahu masuknya waktu shalat. Akan tetapi, ia termasuk lafadz yang disyariatkan untuk membangunkan orang tidur”.[13]
Syaikh al Albani juga berkata: “Setelah menyampaikan hadits Abu al Mahdzurah dan Ibnu Umar di atas, Imam ath Thahawi berkata secara tegas yang menunjukkan bahwa At Tatswib ada pada adzan pertama. Demikian ini pendapat Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad rahimahullah “.[14]
Adapun pendapat kedua, yang menyatakan At Tatswib dilakukan pada adzan Subuh, yaitu adzan kedua, berdalil dengan hadits-hadits yang tidak memberikan batasan pada adzan awal dan membawa hadits-hadits yang ada penentuan di adzan pertama kepada makna adzan pertama untuk menentukan masuknya waktu subuh, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan:
بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ
Antara dua adzan ada shalat sunnah. Inilah yang dirajihkan Lajnah Daimah lil Buhuts Islamiyah wa al Ifta’ (Saudi Arabia)[15] dan Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata: “Sebagian orang pada zaman sekarang telah salah dalam memahami, bahwa yang diinginkan dengan adzan yang ada pelafadzan dua kalimat ini ialah adzan sebelum fajar. Syubhat mereka dalam hal ini, yaitu adanya sebagian lafadz hadits yang berbunyi:
وَإِذَا أَذَّنْتَ بِالْأَوَّلِ مِنْ الصُّبْح فَقُلْ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِِ (dan jika kamu beradzan di awal dari Subuh, maka katakanlah الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ). Mereka menganggap bahwa At Tatswib hanyalah ada pada adzan yang dikumandangkan di akhir malam; dan menyatakan bahwa At Tatswib dalam adzan pada waktu masuk Subuh adalah bid’ah.
Maka kami (Syaikh Ibnu ‘Utsaimin) menjawab, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan:
وَإِذَا أَذَّنْتَ الْأَوَّلَ لصَلاَةِ الصُّبْح
Beliau menyatakan لصَلاَةِ الصُّبْح , dan sudah dimaklumi bahwa adzan yang ada di akhir malam bukan untuk shalat Subuh, namun sebagaimana dikatakan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, (maksudnya ialah):
لِيُوقِظَ النَائِمَ وَ يَرْجِعَ القَائِم
"Untuk membangunkan orang yang tidur dan mengembalikan orang yang bangun (untuk istirahat mempersiapkan diri)".
Sedangkan shalat Subuh tidak diadzankan, kecuali setelah terbit fajar Subuh. Kalau diadzankan sebelum terbit fajar Subuh, maka adzannya tidak sah, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Jika (waktu) shalat sudah datang, maka hendaklah salah seorang kalian beradzan untuk kalian".
Sudah jelas, bahwa shalat tidak datang kecuali setelah masuk waktu. Tinggal permasalahan pada lafadz hadits:
وَإِذَا أَذَّنْتَ الْأَوَّلَ
Maka kami (Syaikh Ibnu ‘Utsaimin) jawab: Hal ini tidak masalah. Karena adzan dalam bahasa Arab bermakna pemberitahuan. Demikian juga iqamah adalah pemberitahuan. Oleh karena itu, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata:
بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ (Antara dua adzan ada shalat sunnah). Yang dimaksud dengan dua adzan ini adalah adzan dan iqamat. Dalam Shahih al Bukhari ada disebutkan “Dan ‘Utsman menambah adzan ketiga dalam shalat Jum’at,” padahal sudah sangat jelas, bahwa Jum’at hanya ada dua adzan dan satu iqamah, dan ia menamakannya adzan ketiga. Dengan demikian, hilangkan permasalahannya, sehingga At Tatswib dilakukan pada adzan shalat Subuh.[16]
BAGAIMANAKAH PENDAPAT YANG RAJIH?
Penulis kitab Shahih Fiqhu as Sunnah menyatakan: “Hadits-hadits yang telah disampaikan terdahulu, di antaranya ada yang menyebutkan At Tatswib tanpa penentuan waktunya, apakah di adzan pertama atau kedua; dan di antaranya ada yang menjelaskan bahwa ia di adzan pertama. Namun tidak ada satupun hadits yang menegaskan jika dilakukan di adzan kedua. Hal ini menunjukkan pensyariatan At Tatswib ada di adzan pertama, karena untuk membangunkan orang yang tidur. Sedangkan adzan kedua untuk memberitahu masuknya waktu dan mengajak shalat. Juga sudah dimaklumi, bahwa Nabi memiliki dua muadzin untuk shalat fajar. Salah satunya ialah Bilal -dan At Tatswib juga ada riwayat darinya- dan kedua ialah Ibnu Ummi Maktum. Bilallah yang mengumandangkan adzan awal, dan tidak ada satu riwayat yang menyatakan Ibnu Ummi Maktum melakukan At Tatswib”. [17]
Demikian, mudah-mudahan bermanfaat. Wallahu a’lam.
Oleh : Ustadz Kholid Syamhudi
________
Footnote
[1]. Fathul Bari (2/85), Ibnu Hajar, al Maktabah as Salafiyah, tanpa cetakan dan tahun.
[2]. HR al Bukhari, kitab al Adzan, Bab Fadhlu al Ta’dzin.Lihat Fathul Bari, op.cit. (2/84-85).
[3]. Fathul Bari, op.cit. (2/85).
[4]. Sunan at Tirmidzi , tahqiq Ahmad Syakir (1/380-381).
[5]. Lihat al Majmu’ (3/92) dan al Mughni (1/407).
[6]. Shahih Fiqh as Sunnah (1/283),Abu Maalik Kamaal bin as Sayyid Saalim, al Maktabah at Taufiqiyyah, Mesir, tanpa cetakan dan tahun.
[7]. Lihat asy Syarhu al Mumti’ (2/84) dan Shahih Fiqhu as Sunnah (1/286).
[8]. Lihat Irwa’ al Ghalil (1/254), Syaikh al Albani, al Maktab al Islami.
[9]. Sunan at Tirmidzi, tahqiq Ahmad Syakir (1/381).
[10]. Hadits mauquf diriwayatkan al Baihaqi dan dihasankan al Albani dalam Tamamul Minnah (1/146).
[11]. HR Ahmad (3/408-409); Abu Dawud, Bab Kaifa ad Adzan, no. 501; an Nasa-i, Bab al Adzan fis Safar (2/7); Abdurrazaaq dalam al Mushannaf, no.1821; Ibnu Abi Syaibah (1/204); Ibnu Khuzaimah, no. 385; Ibnu Hibban dalam Shahih-nya, no. 1673; ad Daraquthni (1/234) dan al Baihaqi (1/422) diringkas dari takhrij pentahqiq kitab asy Syarhu al Mumti’, lihat 2/56.
[12]. Lihat Shahih al Fiqhu as Sunnah, op.cit. (1/ 283).
[13]. Dinukil dari Tamamul Minnah, 146-147.
[14]. Ibid, 148.
[15]. Lihat Fatawa Lajnah ad Daimah (1/59-61) soal no. 1396 dan 2678.
[16]. Syarhu al Mumti’ (2/ 56-57).
[17]. Shahih Fiqhu as Sunnah (1/284).
At Tatswib dalam bahasa Arab berasal dari kata (ثاب ) yang berarti kembali. Ada juga yang menyatakan dari kata (ثوب) , jika memberi isyarat dengan pakaiannya setelah selesai memberitahu orang lain.[1]
Sehingga secara etimologi bahasa Arab, kata At Tatswib bermakna mengulangi pengumuman setelah pengumuman, dan digunakan untuk menyebut ucapan muadzin ash shalatu khairun minan naum (الصلاة خير من النوم) pada adzan shalat Subuh setelah ucapan hayya ‘ala al falaah dua kali.
Namun dalam penggunaan kata At Tatswib ini terdapat pada tiga perkara:
1). Ucapan muadzin pada shalat Subuh, yaitu ash shalatu khirum minan naum (الصلاة خير من النوم), isebagaimana yang difahami oleh banyak orang. Demikianlah disampaikan Imam Al Khathaabi, bahwa orang umum tidak mengenal At Tatswib, kecuali ucapan muadzin الصلاة خير من النوم.
2). Iqamat, berdasarkan hadits Rasulullah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاَةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ التَّأْذِينَ فَإِذَا قَضَى النِّدَاءَ أَقْبَلَ حَتَّى إِذَا ثُوِّبَ بِالصَّلاَةِ أَدْبَرَ حَتَّى إِذَا قَضَى التَّثْوِيبَ أَقْبَلَ حَتَّى يَخْطِرَ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا اذْكُرْ كَذَا لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ لاَ يَدْرِي كَمْ صَلَّى
"Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,”Jika dikumandangkan adzan untuk shalat, maka setan lari dan ia memiliki suara kentut sampai ia tidak mendengar adzan. Jika selesai adzan, maka ia datang kembali, sampai jika diiqamatkan untuk shalat, maka ia akan lari lagi sehingga selesai At Tatswib (iqamat), maka ia datang kembali sehingga membisikkan (mengganggu) antara seseorang dengan hatinya; setan berkata,”Ingatlah ini dan itu,” untuk sesuatu yang belum pernah ia ingat sebelumnya, sehingga seseorang itu berada dalam keadan tidak tahu jumlah rakaat shalatnya.”[2]
Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan, mayoritas ulama menyatakan bahwa yang dimaksud dengan At Tatswib dalam hadits ini adalah iqamat. Demikian ini yang ditegaskan oleh Abu ‘Awanah dalam Shahih-nya, al Khathabi dan al Baihaqi. Imam al Qurthubi menyatakan, kalimat (ثُوِّبَ بِالصَّلاَةِ) bermakna jika diiqamatkan, dan asalnya ia mengulang sesuatu yang menyerupai adzan. Dan setiap orang yang mengulang-ulang suaranya, (dalam bahasa Arab) dinamakan mutsawwib[3]
3). Ucapan muadzin antara adzan dan iqamat :
" قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ "
Ini merupakan istilah khusus dalam madzhab Abu Hanifah, dan amalan ini tidak ada dasarnya. Bahkan Ibnu Umar menganggapnya sebagai perbuatan bid’ah, sebagaimana diriwayatkan at Tirmidzi dalam Sunan-nya.
Imam at Tirmidzi menyatakan, para ulama berselisih pendapat tentang tafsir At Tatswib. Sebagian mereka menyatakan, At Tatswib adalah ucapan dalam adzan Subuh (الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ). Demikian ini pendapat Ibnu al Mubarak dan Imam Ahmad. Sedangkan Imam Ishaaq berpendapat lain, beliau menyatakan, At Tatswib yang dilarang adalah yang diada-adakan orang setelah masa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu jika muadzin telah selesai beradzan, maka ia diam sebentar menunggu orang-orang dengan membacakan antara dan iqamat:
قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ .
Imam at Tirmidzi berkata: “Apa yang disampaikan Imam Ishaaq tersebut adalah, At Tatswib yang dilarang para ulama dan diada-adakan orang setelah masa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Adapun tafsir Ibnu al Mubarak dan Ahmad menyebutkan, bahwa At Tatswib adalah ucapan muadzin dalam shalat Subuh الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ adalah pendapat yang benar, dan dinamakan juga At Tatswib. Inilah yang dirajihkan (dikuatkan) para ulama [4]
Dalam pembahasan kali ini, kami akan mengangkat masalah At Tatswib makna yang pertama, yaitu ucapan muadzin ash shalatu khairun minan naum (الصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ) pada adzan shalat Subuh setelah ucapan hayya ‘ala al falaah dua kali
HUKUM DAN SYARIATNYA
At Tatswib disyariatkan berdasarkan hadits Abul Mahdzurah yang berbunyi:
فَإِنْ كَانَ صَلَاةُ الصُّبْحِ قُلْتَ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
Jika shalat Subuh, aku mengucapkan الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
[HR Abu Dawud, no. 501; An Nasa-i, 2/7-8 dan Ahmad 3/408; dan dishahihkan al Albani di dalam Takhrij al Misykah, no. 645]
Berdasarkan hadits ini, mayoritas ulama menghukumi At Tatswib sebagai sunnah pada adzan Subuh.[5]
Penulis kitab Shahih Fiqh as Sunnah menyatakan: “At Tatswib dalam adzan fajar telah diriwayatkan dari hadits Bilal, Sa’ad al Qartz, Abu Hurairah, Ibnu Umar, Na’im an Nahaam, ‘Aisyah, Abu al Muahdzurah. Namun dalam sanad-sanadnya terdapat kelemahan. Yang terbaik dari semuanya adalah tiga riwayat terakhir, dan ia dengan keseluruhannya telah menunjukkan pensyariatan At Tatswib dalam adzan fajar”.[6]
BAGAIMANA MENJAWAB AT TATSWIB
Bila seseorang mendengar At Tatswib, maka disyariatkan membalas dengan mengucapkan kalimat
الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ , ini berdasarkan keumuman hadits Abu Sa’id al Khudri yang berbunyi:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا سَمِعْتُمْ النِّدَاءَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ
Sesungguhnya Rasulullah n bersabda: ”Jika kalian mendengar adzan, maka jawablah seperti yang disampaikan muadzin”. [Muttafaqun ‘alaihi] [7]
AT TATSWIB DI LUAR ADZAN SUBUH
Telah dipaparkan di atas pensyariatan dan hukum At Tatswib dalam adzan Subuh. Namun dalam masalah ini ada sebagian ulama madzhab Hanafiyah dan Syafi’iyah yang membolehkan At Tatswib di waktu Isya’. Dalih yang dikemukakan, karena waktu ‘Isya adalah waktu lalai dan tidur seperti Subuh. Sebagian ulama madzhab Syafi’iyah bahkan memperbolehkannya dalam semua waktu shalat. Pendapat seperti ini merupakan perbuatan bid’ah yang menyelisihi sunnah. Ibnu Umar telah mengingkarinya sebagaimana tersebut dalam riwayat Mujahid, beliau berkata:
كُنْتُ مَعَ ابْنِ عُمَرَ فَثَوَّبَ رَجُلٌ فِي الظُّهْرِ أَوْ الْعَصْرِ قَالَ اخْرُجْ بِنَا فَإِنَّ هَذِهِ بِدْعَةٌ
"Aku dahulu bersama Ibnu Umar, lalu ada seorang mengucap at tatswib pada shalat Dhuhur atau ‘Ashar, maka beliau berkata: “Mari kita keluar, karena ini merupakan perbuatan bid’ah”. [HR Abu Dawud dan dihasankan Syaikh al Albani dalam al Irwa’, no. 236][8]
At Tirmidzi juga membawakan riwayat dari Imam Mujahid, ia berkata :
دَخَلْتُ مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ مَسْجِدًا وَقَدْ أُذِّنَ فِيهِ وَنَحْنُ نُرِيدُ أَنْ نُصَلِّيَ فِيهِ فَثَوَّبَ الْمُؤَذِّنُ فَخَرَجَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ مِنْ الْمَسْجِدِ وَقَالَ اخْرُجْ بِنَا مِنْ عِنْدِ هَذَا الْمُبْتَدِعِ وَلَمْ يُصَلِّ فِيهِ
"Aku bersama Abdulah bin Umar masuk satu masjid yang telah dikumandangkan adzan padanya dan kami ingin shalat disana, lalu muadzin melakukan At Tatswib. Kemudian Ibnu Umar keluar dari masjid dan berkata “marilah kita keluar dari mubtadi’ ini”, dan tidak shalat di masjid tersebut. Imam at Tirmidzi mengomentari riwayat ini: “Abdullah bin Umar melarang At Tatswib yang diada-adakan orang setelah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam “.[9]
WAKTU DIUCAPKAN AT TATSWIB
Dalam masalah waktu diucapkan At Tatswib, terdapat dua pendapat di kalangan ulama. Pertama, diucapkan pada adzan awal sebelum waktu Subuh. Kedua, dilakukan pada waktu adzan Subuh?
Pendapat pertama menyatakan bahwa At Tatswib dilakukan pada adzan pertama sebelum adzan masuk waktu Subuh, dengan mendasarkan hadits Ibnu Umar yang berbunyi:
كَانَ ابْنُ عُمَرَ فِيْ الأَذَانِ الأَوَلِ بَعْدَ الْفَلاَحِ الصَّلاَةُ خَيْرٌ منَ النَّوْمِ مَرَّتَيْنِ
Ibnu Umar dahulu berkata pada adzan awal setelah al falaah (ucapan) : الصَّلاَةُ خَيْرٌ منَ النَّوْمِ dua kali.
Lafadz hadits Abu al Mahdzurah yang berbunyi:
وَإِذَا أَذَّنْتَ بِالْأَوَّلِ مِنْ الصُّبْح فَقُلْ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِِ
"Dan jika kamu beradzan di awal dari Subuh, maka ucapkanlah " [11]: الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ.
Dalam lafadz lainnya disebutkan:
فِي الْأُولَى مِنْ الصُّبْحِ
Pada yang pertama dari Subuh.[12]
Pendapat inilah yang dirajihkan Syaikh al Albani. Beliau rahimahullah menyatakan, At Tatswib disyariatkan hanya di adzan awal Subuh yang dikumandangkan sebelum masuk waktu sekitar seperempat jam, dengan dasar hadits Ibnu Umar yang berbunyi :
كَانَ فِيْ الأَذَانِ الأَوَلِ بَعْدَ الْفَلاَحِ الصَّلاَةُ خَيْرٌ منَ النَّوْمِ مَرَّتَيْنِ
Dahulu berkata pada adzan awal setelah al falaah : الصَّلاَةُ خَيْرٌ منَ النَّوْمِ dua kali. [Diriwayatkan al Baihaqi, 1/423 dan demikian juga ath Thahawi dalam Syarhu al Ma’ani, 1/82 dan sanadnya hasan, sebagaimana disampaikan al Hafizh]
Sedangkan hadits Abu al Mahdzurah mutlak mencakup dua adzan, namun adzan yang kedua bukan yang dimaksudkan, karena ada yang mengikatnya dalam riwayat lainnya dengan lafadz :
وَإِذَا أَذَّنْتَ بِالْأَوَّلِ مِنْ الصُّبْح فَقُلْ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِِ
Dan jika kamu beradzan di awal dari Subuh, maka ucapkanlah : الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, An Nasa-i, Ath Thahawi dan lainnya, dan hadits ini tercantum dalam Shahih Abu Dawud, no. 510-516, sehingga haditsnya ini mendukung hadits Ibnu Umar. Oleh karena itu, setelah menyampaikan lafadz an Nasaa-i, ash Shan’ani berkata di dalam kitab Subulus Salaam 1/167-168: “Dalam hadits ini ada taqyid (unsur yang membatasi) terhadap riwayat yang mutlak”.
Ibnu Ruslaan berkata: “Ibnu Khuzaimah menshahihkan riwayat ini. Ia berkata, pensyariatan At Tatswib hanyalah di adzan pertama fajar, karena untuk membangunkan orang yang tidur. Sedangkan adzan kedua, untuk pemberitahuan masuk waktu dan mengajak shalat”.
Saya (Syaikh al Albani) berkata : “Berdasarkan hal ini, maka kata الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ tidak termasuk lafadz adzan yang disyariatkan untuk mengajak orang shalat dan memberitahu masuknya waktu shalat. Akan tetapi, ia termasuk lafadz yang disyariatkan untuk membangunkan orang tidur”.[13]
Syaikh al Albani juga berkata: “Setelah menyampaikan hadits Abu al Mahdzurah dan Ibnu Umar di atas, Imam ath Thahawi berkata secara tegas yang menunjukkan bahwa At Tatswib ada pada adzan pertama. Demikian ini pendapat Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Muhammad rahimahullah “.[14]
Adapun pendapat kedua, yang menyatakan At Tatswib dilakukan pada adzan Subuh, yaitu adzan kedua, berdalil dengan hadits-hadits yang tidak memberikan batasan pada adzan awal dan membawa hadits-hadits yang ada penentuan di adzan pertama kepada makna adzan pertama untuk menentukan masuknya waktu subuh, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan:
بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ
Antara dua adzan ada shalat sunnah. Inilah yang dirajihkan Lajnah Daimah lil Buhuts Islamiyah wa al Ifta’ (Saudi Arabia)[15] dan Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata: “Sebagian orang pada zaman sekarang telah salah dalam memahami, bahwa yang diinginkan dengan adzan yang ada pelafadzan dua kalimat ini ialah adzan sebelum fajar. Syubhat mereka dalam hal ini, yaitu adanya sebagian lafadz hadits yang berbunyi:
وَإِذَا أَذَّنْتَ بِالْأَوَّلِ مِنْ الصُّبْح فَقُلْ الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِِ (dan jika kamu beradzan di awal dari Subuh, maka katakanlah الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ). Mereka menganggap bahwa At Tatswib hanyalah ada pada adzan yang dikumandangkan di akhir malam; dan menyatakan bahwa At Tatswib dalam adzan pada waktu masuk Subuh adalah bid’ah.
Maka kami (Syaikh Ibnu ‘Utsaimin) menjawab, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan:
وَإِذَا أَذَّنْتَ الْأَوَّلَ لصَلاَةِ الصُّبْح
Beliau menyatakan لصَلاَةِ الصُّبْح , dan sudah dimaklumi bahwa adzan yang ada di akhir malam bukan untuk shalat Subuh, namun sebagaimana dikatakan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, (maksudnya ialah):
لِيُوقِظَ النَائِمَ وَ يَرْجِعَ القَائِم
"Untuk membangunkan orang yang tidur dan mengembalikan orang yang bangun (untuk istirahat mempersiapkan diri)".
Sedangkan shalat Subuh tidak diadzankan, kecuali setelah terbit fajar Subuh. Kalau diadzankan sebelum terbit fajar Subuh, maka adzannya tidak sah, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Jika (waktu) shalat sudah datang, maka hendaklah salah seorang kalian beradzan untuk kalian".
Sudah jelas, bahwa shalat tidak datang kecuali setelah masuk waktu. Tinggal permasalahan pada lafadz hadits:
وَإِذَا أَذَّنْتَ الْأَوَّلَ
Maka kami (Syaikh Ibnu ‘Utsaimin) jawab: Hal ini tidak masalah. Karena adzan dalam bahasa Arab bermakna pemberitahuan. Demikian juga iqamah adalah pemberitahuan. Oleh karena itu, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata:
بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ (Antara dua adzan ada shalat sunnah). Yang dimaksud dengan dua adzan ini adalah adzan dan iqamat. Dalam Shahih al Bukhari ada disebutkan “Dan ‘Utsman menambah adzan ketiga dalam shalat Jum’at,” padahal sudah sangat jelas, bahwa Jum’at hanya ada dua adzan dan satu iqamah, dan ia menamakannya adzan ketiga. Dengan demikian, hilangkan permasalahannya, sehingga At Tatswib dilakukan pada adzan shalat Subuh.[16]
BAGAIMANAKAH PENDAPAT YANG RAJIH?
Penulis kitab Shahih Fiqhu as Sunnah menyatakan: “Hadits-hadits yang telah disampaikan terdahulu, di antaranya ada yang menyebutkan At Tatswib tanpa penentuan waktunya, apakah di adzan pertama atau kedua; dan di antaranya ada yang menjelaskan bahwa ia di adzan pertama. Namun tidak ada satupun hadits yang menegaskan jika dilakukan di adzan kedua. Hal ini menunjukkan pensyariatan At Tatswib ada di adzan pertama, karena untuk membangunkan orang yang tidur. Sedangkan adzan kedua untuk memberitahu masuknya waktu dan mengajak shalat. Juga sudah dimaklumi, bahwa Nabi memiliki dua muadzin untuk shalat fajar. Salah satunya ialah Bilal -dan At Tatswib juga ada riwayat darinya- dan kedua ialah Ibnu Ummi Maktum. Bilallah yang mengumandangkan adzan awal, dan tidak ada satu riwayat yang menyatakan Ibnu Ummi Maktum melakukan At Tatswib”. [17]
Demikian, mudah-mudahan bermanfaat. Wallahu a’lam.
Oleh : Ustadz Kholid Syamhudi
________
Footnote
[1]. Fathul Bari (2/85), Ibnu Hajar, al Maktabah as Salafiyah, tanpa cetakan dan tahun.
[2]. HR al Bukhari, kitab al Adzan, Bab Fadhlu al Ta’dzin.Lihat Fathul Bari, op.cit. (2/84-85).
[3]. Fathul Bari, op.cit. (2/85).
[4]. Sunan at Tirmidzi , tahqiq Ahmad Syakir (1/380-381).
[5]. Lihat al Majmu’ (3/92) dan al Mughni (1/407).
[6]. Shahih Fiqh as Sunnah (1/283),Abu Maalik Kamaal bin as Sayyid Saalim, al Maktabah at Taufiqiyyah, Mesir, tanpa cetakan dan tahun.
[7]. Lihat asy Syarhu al Mumti’ (2/84) dan Shahih Fiqhu as Sunnah (1/286).
[8]. Lihat Irwa’ al Ghalil (1/254), Syaikh al Albani, al Maktab al Islami.
[9]. Sunan at Tirmidzi, tahqiq Ahmad Syakir (1/381).
[10]. Hadits mauquf diriwayatkan al Baihaqi dan dihasankan al Albani dalam Tamamul Minnah (1/146).
[11]. HR Ahmad (3/408-409); Abu Dawud, Bab Kaifa ad Adzan, no. 501; an Nasa-i, Bab al Adzan fis Safar (2/7); Abdurrazaaq dalam al Mushannaf, no.1821; Ibnu Abi Syaibah (1/204); Ibnu Khuzaimah, no. 385; Ibnu Hibban dalam Shahih-nya, no. 1673; ad Daraquthni (1/234) dan al Baihaqi (1/422) diringkas dari takhrij pentahqiq kitab asy Syarhu al Mumti’, lihat 2/56.
[12]. Lihat Shahih al Fiqhu as Sunnah, op.cit. (1/ 283).
[13]. Dinukil dari Tamamul Minnah, 146-147.
[14]. Ibid, 148.
[15]. Lihat Fatawa Lajnah ad Daimah (1/59-61) soal no. 1396 dan 2678.
[16]. Syarhu al Mumti’ (2/ 56-57).
[17]. Shahih Fiqhu as Sunnah (1/284).