Miqat Zamani Dan Miqat Makani
Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Apakah yang disebut miqat zamani dan miqat makani dalam haji dan umrah ..?
Jawaban
Miqat zamani dalam haji adalah bulan Syawwal, Dzulqa'dah dan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Maka seseorang tidak boleh ihram haji melainkan pada waktu tersebut. Firman-Nya :
"Artinya : (Musim) Haji adalah dalam beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan dalam mengerjakan haji" [Al-Baqarah : 197]
Barangsiapa ihram haji dalam waktu tersebut maka ihramnya sah, tapi dia harus tetap dalam ihram hingga wukuf di Arafah pada hari Arafah. Sedangkan waktu umrah maka tidak ada waktu khusus, bahkan dapat dilakukan dalam sepanjang tahun. Tapi yang paling utama adalah umrah pada bulan Ramadhan karena pahalanya sebanding dengan haji.
Adapaun miqat makani.
[a]. Dzulhulaifah, bagi penduduk Madinah, kira-kira 16 mil daari Madinah dan 10 marhalah dari Mekkah, yang oleh orang awam disebut Bir A'li.
[b]. Juhfah, 3 marhalah dari Mekkah dan manusia ihram di Rabigh sedikit sebelum Juhfah. Ini adalah miqat bagi penduduk Syam (Yordania, Suriah, Lebanon dan Palestina), Mesir dan Marokko jika mereka tidak lewat Madinah.
[c]. Qarnul Manazil, 2 marhalah dari Mekkah, Sekarang tempat ini dikenal dengan nama Al-Syal Al-Kabir dan ujung sebelah baratnya dikenal dengan nama Wadi Muhrim. Dan dari siutlah miqat penduduk Najd, penduduk Thaif, dan orang-orang yang lewat tempaat tersebut.
[d]. Yalamlam, kira-kira dua marhalah dari Mekkah yang sekarang dikenal dengan Al-Sa'diyah. Dari sanalah tempat miqat penduduk Yaman dan orang-orang yang melewati tempat tersebut.
Barangsiapa yang tidak melewati tempat-tempat miqat ihram tersebut, maka dia ihram pada tempat terdekat yang searah dengan tempat-tempat miqat tersebut, baik melalui jalan darat, laut maupun udara. Tapi bagi orang yang naik pesawat berihram pada saat sampai yang searah dengan miqat-miqat tersebut atau sebelumnya sebagai kehati-hatian agar tidak melewati miqat ketika sedang ihram. Dan siapa yang ihram setelah melewati miqat-miqat tersebut maka dia wajib membayar dam. Wallahu a'lam.
Oleh : Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
[Disalin dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syaf'i, hal. 73 -74 Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsari Lc]