Hukuman Had Bagi Pemberontak
1. PENGERTIAN HARABAH (PEMBERONTAK)
Harabah ialah sekelompok orang muslim yang bergerak untuk mengadakan kekacauan di Darul Islam (negara Islam) untuk menumpahkan darah, menjarah harta orang lain, merusak kehormatan, memusnahkan tanaman, dan hal itu dimaksud untuk menentang Islam, akhlak, peraturan dan undang-undang yang berlaku. (Fiqhus Sunnah II: 393)
2. HUKUM HARABAH
Harabah termasuk sebesar-besar tindakan kejahatan (pidana). Oleh sebab itu, hukumannya termasuk sebesar-berat hukuman.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS Al-Maaidah: 33)
Dari Anas r.a, ia berkata, “Ada sekelompok orang dari daerah Ukl datang menemui Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam lalu menyatakan masuk Islam, lantas mereka merasa tidak kerasan tinggal di Madinah (karena sakit panas). Kemudian Beliau menyuruh mereka agar mendatangi kawanan unta dari hasil zakat, agar mereka minum susu unta dicampur dengan kencingnya. Setelah mereka melaksanakan (perintah tersebut), mereka menjadi sehat, lantas mereka kembali murtad dan membunuh para penggembala unta serta menjarah seluruh untanya. Kemudian Beliau mengutus (pasukan) untuk mengejar mereka. (Setelah mereka ditangkap), lalu dibawa ke hadapan Beliau, lantas Beliau memotong-motong tangan mereka, kaki mereka, dan mencungkil mata mereka, kemudian Beliau tidak membunuh mereka hingga mereka mati sendiri.” (Muttafaqun ’alaih).
3. PEMBERONTAK BERTAUBAT SEBELUM DITANGKAP
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
“Kecuali orang-orang yang Taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; Maka Ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Maaidah: 34)
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 847 – 849.