Sang Ratu Mesir
Sebagian wanita ada yang mengukir sejarah istimewa yang terkadang hal ini tidak sanggup dilakukan oleh kaum pria. Termasuk di antara mereka adalah Asiyah istri Fira’un, Ratu Mesir. Dia merelakan jiwanya mati untuk Allah, berpisah dengan dunia, dan sabar dari siksaan suaminya hingga kembali ruhnya kepada Sang Pencipta. Bagaimanakah kisahnya?! Berikut ini sebagian kisah hidup sang ratu.
Abu Hurairah berkata, “Sesungguhnya Fir’aun mengikat istrinya pada empat pasak; di kedua tangannya dan kedua kakinya. Apabila mereka pergi meninggalkannya, malaikat menaunginya, maka istri Fir’aun berdoa, ‘Ya Rab-ku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.’ Maka Allah memperlihatkan rumahnya di surga.”
Syaikh Al-Albani mencantumkan hadis ini daam Silsilah Al-Ahadis Ash-Shahihah (6:35 no. 2507) beliau mengatakan, “Dikeluarkan oleh Abu Ya’la dalam Musnad-nya. (4:1521-1522) secara mauquf sampai Abu Hurairah, tetapi hadis ini dihukumi marfu’ (sampai kepada Nabi) karena Abu Hurairah tidak mungkin berbicara menurut pendapat pribadi semata walaupun mengandung kemungkinan dari israiliyat.
Sanad hadis ini shahih, sesuai dengan syarat muslim, As-Suyuthi membawakannya dalam Ad-Durrur Mantsur, 6:245 secara mauquf seraya mengatakan, “Diriwayatkan Abu Ya’la dan Baihaqi dengan sanad shahih.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Al-Matholib Aliyah (3:390) shahih mauquf.
KISAH SECARA GLOBAL
Sudah menjadi sunatullah bila Allah menyingkap kesalahan hamba-Nya tatkala hamba tersebut melalaikan hukum-hukum-Nya, khususnya menentang rubbubiyah Allah dan uluhiyah-Nya, di antaranya apa yang terjadi pada seorang thaghut Mesir yang mengaku mempunyai sifat uluhiyah (ketuhanan) dan rububiyah (pengatur alam). Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyingkapnya pada kejadian-kejadian yang banayk sekali, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengakhirkan kehancurannya dan kehancuran bala tentaranya dengan ditenggelamkan di laut.
Di antaranya dia mencari anak kecil laki-laki karena mendapat wangsit dari dukunnya bahwa ada seorang anaka yang kelak akan menghancurkan kekuasaannya. Namun Allah justru mengirim anak kecil itu ke istananya, melalui kecintaan hati sang ratu, dia diasuh di istina Fir’aun, Fir’aun pun ikut memelihara serta menjaganya dan memberi harta kepada ibunya sebagai imbalan atas persusuannya.
Termasuk di antranya keimanan istri Fir’aun kepada Allah dan ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa ‘alaihissalam, sehingga dia disiksa dengan siksaan yang sangat, dan meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala keselamatan dari siksa. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
وَضَرَبَ اللهُ مَثَلاً لِلَّذِينَ ءَامَنُوا امْرَأَتَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِندَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِن فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Dan Allah membuat istri Fir’aun perumpaan bagi orang-orang yang beriman, ketika itu berkata: “Ya Robbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum zhalim.” (QS. At-Tahrim: 11)
Tatkala Fir’aun mendapati keimanan istrinya, dia mengikatnya dengan empat pasak di kedua tanganya dan kedua kakinya. Ini termasuk siksaan yang menyakitkan lagi pedih. Oleh karena itu, dia berdoa kepada Rab-nya agar selamat dari Fir’aun serta perbuatannya dan diselamatkan dari kaum yang zhalim dengan membawanya ke tempat tinggal yang kekal dalam surga yang penuh dengan kenikmatan.
Allah Ta’ala memberikan perlindungan kepada wainta shalihah lagi mulia tersebut dengan mengirim malaikat yang menaunginya tatkala dia ditinggal pergi oleh tentara Fir’aun yang menyiksanya. Malaikat itu juga menghibur hatinya dengan memperlihatkan rumahnya di surga ketika dia disiksa.
Wanita ini telah membuktikan kepada Fir’aun akan kehinaan sang raja yang zhalim tersebut. Dia telah beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Ilah dan Rabb. Dia mengingkari uluhiyah dan rububiyah Fir’aun. Seandainya dia adalah Ilah sebagaimana pengakuannya, tentunya istrinya tidak akan keluar dari ketaatannya, dan dia pasti bisa mengembalikan istrinya agar mengikuti kemauannya. Namun ternyata istrinya memilih beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Inilah kisah wanita shalihah zaman dahulu yang hidup di sebuah istana raja tetapi bisa membuahkan ibrah (pelajaran) yang banyak untuk umat sesudahnya. Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyifati Asiyah istri Fir’aun termasuk wanita yang sempurna.
Dari Abu Musa al-Asy’ari radhiallahu’anhu berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Laki-laki yang sempurna banyak jumlahnya, dan tidak ada yang sempurna dari wanita kecuali Asiyah istri Fira’un dan Maryam binti Imran. Keutamaan Asiyah dibandingkan wanita lainnya seperti keutamaan bubur tsarid dibanding semua makanan.” (HR. Bukhari, no.5418 dan Muslim, no.2431)
MUTIARA KISAH
Dari kisah di atas dapat kita petik beberapa pelajaran berharga, di antaranya:
Besarnya pengaruh keimanan dalam menghadapi siksaan serta kehinaan yang ditimpakan oleh orang-orang zhalim kepada orang-orang mukmin, sampai-sampai wanita yang lembut dan hidup dalam kesenangan, dia bersabar atas siksaan untuk mendapatkan keridhaan Allah dan rahmat-Nya serta surga-Nya.
Kedengkian orang-orang kafir kepada orang-orang beriman sangat besar, dimana Fir’aun tidak memperdulikan hak untuk istrinya, bahkan istrinya harus merasakan pedihnya siksaannya. Fir’aun juga tidak menghargai kelemahan seorang wanita.
Penjagaan Allah kepada hamba-Nya yang beriman tatkala mereka tertimpa bencana, Allah mengirimkan kepada Asiyah istri Fir’aun beberapa malaikat untuk menaunginya ketika dia dalam keadaan dipasak. Allah juga memberikan kabar gembira dengan memperlihatkan sebuah rumah yang disiapkan di surga yang penuh kenikmatan untuknya. Hal itu untuk keteguhan imannya.
Pilihan sebagian hamba Allah atas kenikmatan akhirat di atas kenikmatan dunia sekalipun mereka memperoleh ketinggian martabat, karena Asiyah adalah wanita pertama di istana kerajaan Fir’aun.
Keagungan kelembutan Allah, andaikan Allah berkehendak agar Asiyah terlepas dari cobaannya, dan kehancuran Fir’aun dan prajuritnya tentu hal itu tidak sulit bagi-Nya, tetapi Dia Maha Lembut, memperlambat dan tidak membiarkan agar Fir’aun mengambil pelajaran.
Cobaan Allah kepada hemba-Nya untuk menguji keimanannya, sebagaimana firman-Nya:
“Dan di antara manusia ada orang yan gberkata: Kami beriman keapda Allah.’ Maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azdab Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Rabbmu, mereka pasti akan berkata: ‘Sesungguhnya kami adalah besertamu.’ Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia?” (QS. Al-Ankabut: 10)
Hubungan antara mukmin dan kafir tidaklah membahayakan sedikitpun apabila dia memisahkan diri dari kekufuran dan perbuatan orang-orang kafir tersebut. Kemaksiatan orang bermaksiat tidaklah membahayakan sedikitpun bagi orang yang taat di akhiratnya, walaupun mungkin memadharatkan pada saat orang beriman berada di dunia. Istri Fir’aun tidak termadharati karena hubungannya dengan Fir’aun orang yang paling kafir.
Keutamaan Asiyah istri Fir’aun, karena dia memilih meninggal dunia di tangan raja, serta memilih siksaan di dunia daripada gelimang kenikmatan istana yang ia dapatkan. Sungguh firasatnya pada Nabi Musa ‘alaihissalam benar tatkala Asiyah berkata,
“Ia adalah penyejuk mata hati bagiku.” (QS. Al-Qhashas: 9)
Sebuah catatan:
Ada sebuah hadis yang berkaitan dengan kisah di atas,
“Barangsiapa yang bersabar atau kejelekan ahlak istrinya, maka Allah akan memberinya pahala seperti apa yang diberikan Ayub atas bala’nya dan barang siapa yang bersabar atau kejelekan suaminya Allah akan memberinya pahala seperti pahala Asiyah istri Fir’aun.”
Hadis ini tidak ada asalnya. (Silsilah Ahadis ad-Dha’ifah, Al-Albani, juz: 2 Hal. 90 hadis no. 627)
Sumber: Majalah Al-Furqon, Edisi 9 Tahun 6, Robi’uts Tsani 1428 H