Cerpen Ice Cream Love
Aku melihat keluar jendela, orang-orang hiruk-pikuk terlihat masih sibuk padahal mereka seharusnya menikmati hari libur di taman kota ini, banyak anak-anak harus menikmati masa kanak-kanaknya yang kurang seru karena melihat ayahnya sibuk dengan HPnya dan ibu yang sibuk bergosip dengan ibu temannya. Aku hanya tersenyum tipis, ternyata memang waktu belum berputar sepertinya. Dunia belum kembali indah
“oh, sudah kuduga!! Lagi? Di hari minggu? Di coffee shop ini lagi?” sapa Eko, asistenku yang terpaksa mencari pekerjaan lain karena aku sudah membiarkannya menganggur.
“oh, kamu Ko!”
“yaelah!! Pura-pura kaget? Hohoho!” ejeknya
“gimana kerjaanmu? Lancar?” aku mengambil secangkir kopi yang sudah tak berkabut tipis lagi,
“ya, lumayan lah, tapi lebih besar gajiku yang dulu!”
“hahaha”
“eh, gue sih rela aja kalau jadi baby sistermu jika gajinya masih sama ama yang dulu…”
“hahaha, itu tawaran yang cukup menggiiurkan!” ucapku bercanda
“beneran!!!” ia menyrobot kopi yang akan ku minum
“maksudmu baby sister kan? mandiin gue, gantiin popok, nemenin gue bobok siang!!” kataku nyolot karena cukup lama aku menunggu kopi panas itu berubah hangat, tapi dia semena-mena meyrobotnya
“sluuupphhh, ahhh…”
“auhhh, joroknya”
“ahhh, memang beda rasanya kopi rasa gratis” Eko memasang tampang mengejek
“ah, gue mau keluar dulu beli rokok..”
“siaap baby!!”
Aku tersenyum meninggalkan tingkah polah sahabatku satu ini.
Kubuka pintu café itu, merasakan udara segar alami meskipun agak panas tetapi udara ini lebih baik daripada aroma kopi di cafee yang tercampur dengan dinginnya udara AC
Aku lihat ada bapak-bapak jualan es krim, kayaknya segar!! kuhampiri dia.
“paak, tunggu” kulihat bapak-bapak tersebut semakin jauh menjajakan jualannya
Aku setengah berlari mengejarnya dan tidak sengaja menabrak seorang anak kecil
“oh… maaf maaf dek, kamu nggak papa?” untung dia tidak terjatuh
Ia menjawabnya dengan muka sedih sambil meratapi sesuatu yang terjatuh di depannya, es krim.
Anak kecil itu tiba-tiba menatapku tajam, tatapan itu menakutiku
“hehe, maaf dek, jangan nangis ya!! Mama kamu mana” aku gugup
Anak kecil itu menunjuk ke arah kerumunan pedagang kaki lima. Ia menarik ujung jaketku, sepertinya ia menyuruhku untuk berjongkok, mungkin dia mau mengatakan sesuatu
“apa?” aku menatapnya
Ia menggerakkan beberapa isyarat dengan tangannya dengan ekspresi marah! Ya tuhan, dia tidak bisa bicara. Aku semakin merasa bersalah, tapi rasa bersalahku berubah kebingungan ketika aku tak kunjung faham apa yang ia inginkan
“pelan-pelan dek!” aku masih bingung, kelihatannya sekarang aku naik level menjadi orang bodoh karena Cuma melongo melihat gerakan-gerakan dan mencoba menterjemahkannya sendiri
Ia menepukkan tangannya ke dadaku, sekarang aku paham maksudnya “aku? kenapa”
Selanjutnya ia mengayunkan jari jemarinya membentuk tanda-tanda tak jelas, sepertinya ia sudah mulai kesal, tetapi tiba-tiba ada yang menepukku dari belakang kemudian aku berdiri dan berbalik. Terlihat perempuan cantik, sekejap aku dibuatnya semakin bodoh dengan ekspresinya yang seakan menyalahkanku, ia sekarang yang jongkok di hadapan anak kecil itu. Aku terkejut, perempuan itu juga berkomunikasi dengan bahasa yang sama, isyarat.
Ia berdiri di hadapanku dan mengeluarkan memo kecil yang tergantung di lehernya, ia menuliskan sesuatu dan menyerahkannya padaku
Anak kecil ini tidak bisa pulang sekarang karena ia
Mencuri uang ibunya untuk membeli eskrim
Ah, aku faham sekarang
“katakanan padanya aku minta maaf, aku harus berbuat apa?”
Ia memperhatikanku dan menulis kembali di memo kecilnya
Aku tuli,
Aku bingung, ia menepuk pundakku dan mulutnya seperti mengucapkan kata pelan-pelan, oh, aku faham sekarang
“katakan padanya kalau aku minta maaf, aku harus berbuat apa!” aku berbicara pelan dan memperjelas konsonan kata dengan cara lebih melebarkan mulutku ketika mengucapkan kata-kata. Ia mengangguk faham, perempuan itu kembali berjongkok mengatakan apa yang aku suruh katakan tadi kepada anak kecil itu dengan bahasa mereka. Tetapi anak kecil itu malah menangis
“ahh, malah nangis… Gimana nih”
Perempuan itu mengangkat pundaknya menandakan dia juga bingung, aku melihat sekeliling. Ah ada mini market. Aku meraih tangan anak kecil dan perempuan itu.
Sesampainya di dalam mini market Aku berbalik memandang perempuan itu
“nah, kamu bisa makan eskrim sebanyak-banyaknya”
Perempuan itu tersenyum lebar, mereka berbicara lagi dengan bahasa mereka. Anak kecil itu langsung berlari menghampiri eskrimnya dan memilih dengan ekspresi yang luar biasa gembira. Aku tersenyum melihatnya
Aku menoleh kembali ke arah perempuan itu
“kamu juga bisa makan eskrim sebayaaak-banyaknya” tanganku kurentangkan mencoba memberi isyarat ‘banyak’, ia juga tersenyum gembira dan ikut serta memilih sesuatu bersama anak kecil tadi. Aku menghampiri mereka, tiba-tiba terbesit ide gila
“mbak, bisa bantu sebentar!” aku memanggil pelayan mini market
“ada kotak perkakas yang agak besar nggak di sini?”
“oh ada mas, sebentar saya ambilkan” ia meninggalkanku
Aku menghampiri mereka dengan kotak perkakas besar di tanganku, aku menarik lengan perempuan itu
“nah! Ayo kita beli eskrim yang banyak”
Aku mencakup banyak sekali eskrim dan anak kecil itu tersenyum gembira sambil loncat-loncat, tetapi perempuan itu melongo kaget. Setelah memenuhi kotak ini, aku melihat perempuan itu akan menulis sesuatu lagi di memo kecilnya tetapi aku menarik tangannya dan menggiringnya ke kasir
“kamu suka coklat atau rasa buah” aku menawarkan kedua eskrim yang berada di tanganku untuk perempuan itu, ia meraih yang eskrim rasa buah langsung membukanya dan melahapnya kemudian ia menulis sesuatu di memonya
SEGAAAR
Aku tertawa melihat ekpresinya. Aku mengajak keduanya ke penjual kaki lima tempat orang tua anak kecil itu berdagang
“yaaa… eskrim gratis untuk pelanggan siang iniii” aku membagikan eskrim itu ke pelanggan warung bakso milik orang tua anak kecil itu. Terlihat anak kecil itu menjelaskan apa yang terjadi. Masih tersisa lumayan banyak eskrimnya, aku punya ide untuk menggunakan ini sebagai promosi, aku keluar tenda
“AYO… BELI BAKSO GRATIS ESKRIIIM” aku berteriak, tiba-tiba banyak sekali yang datang, aku sampai kewalahan membagikannya, aku melambaikan tangan ke arah perempuan itu memberi isyarat untuk membantuku. Ia berlari dan ikut membagikan eskrim gratis ini.
Setelah semuanya selesai, aku menghampiri orang tua anak kecil tadi
“pak, buk, maaf ya… Sudah bikin gaduh warungnya… hehehe, tadi aku nggak sengaja jatuhin eskrimnya anak ibuk, ia nggak berani pulang karena katanya ia mengambil uang ibuk untuk membeli eskrim, nggak papa ya buk kan masih anak kecil, di maafkan ya?”
“oh, nggak papa mas!! Kami malah yang harusnya minta maaf ngrepotin, sekaligus terimakasih, berkat aden warung ibuk rame!!” ibu itu menyambut bengan gembira dan bapaknya tersenyum cerah sekali sambil meracik pesanan bakso
Aku berjalan meninggalkan warung bakso bersama perempuan itu, waktu semakin sore udaranya pun semakin segar ketikka kita berjalan bersama sambil menikmati eskrim. Aku menepuk pundak perempuan itu
“terimakasih” ucapku, ia tertunduk senyum dan kembali meneruskan langkahnya. Kusimpulkan ia menjawab sama-sama, aku ikut tersenyum, aku melihatnya kembali, sepertinya ia terlihat tambah cantik ketika ia tersenyum. Sekarang aku tertawa terbahak melihat kebodohanku, toh ia tidak tahu kalau aku tertawa terbahak. Hahahaha
Aku berhenti dan meraih memo kecil yang dikalungkan di lehernya aku menuliskan nama dan no HPku, aku menatapnya. dan sekarang baru aku sadar kalau matanya lebih menakjubkan dari pada senyumnya
“ini namaku bisa panggil Aden”
Ia menuliskan sesuatu lagi di memonya, kali ini cukup lama ia menulis. Ia menyobek kertasnya dan memberikannya padaku, mungkin itu juga nama dan nomer HPnya.
“terimakasih”
Aku kaget mendengar suaranya. Ia berlari meninggalkanku. Aku hanya terdiam mendengar suaranya setelah beberapa jam kulewati tetapi hanya bisa berkomunikasi melalui kertas kecil ini. aku membaca isi memo tersebut
Aku tak bicara bukan berarti aku bisu
aku hanya tuli
aku tak bicara karena sakit rasanya merasakan
suaraku tak terdengar,
nanti kalau kita bertemu lagi, kutunjukkan
bagaimana indahnya dunia tanpa harus kita dengarkan
suaranya,
dunia indah terlihat jika kita benar-benar merasakannya,
seperti yang kita lalui tadi
Hani
Tiba-tiba waktu yang kuanggap berhenti ketika tunanganku meninggal, sekarang mulai berputar.
Satu detik… Dua detik… tiga detik… empat detik…
PERGILAH KAU
Oleh: dellia riestavaldi
Hallo namaku Evelyn Pahlevi, aku baru duduk di bangku kelas 11 SMA. Aku ingin bertanya sama kalian, cinta itu apa? sayang itu apa? Apakah cuek sama cinta itu sama? Setahuku tidak. Kalau kalian lihat orang kalian cintai atau sayangi itu down, apa yang kalian lakukan, ga musti diem aja kan Cuma ngliat doang,, kalau aku, aku bakal samperin dia, nghibur dia, nemenin dia.
jam menunjukan angka 7.15, udah seharusnya aku berangkat sekolah. Dan sesampainya di sekolah aku langsung duduk ditempat dudukku, dan menoleh ke belakang kearah meja brian. Brian Syahreza adalah sahabatku, tapi itu dulu. Semenjak ulang tahunku yang ke 16, dia berubah padaku, perhatiannya melebihi seorang sahabat. Kita udah deket semenjak kenaikan kelas XI, itu juga karna dia nyambung sama aku enak di ajak bercanda. Akhir-akhir ini kita deket kesana kesini bareng.
Awal bulan mei aku di beri cobaan oleh tuhan, seorang cewe yang gasuka terhadap kedekatan ku dan brian, dia Fera. Fera dulu juga dekat dengan Brian, tapi mereka ga sampe jadian. Teman-teman Fera melabrakku, dengan tuduhan aku merebut Brian dari Fera, entah apa yang harus ku lakukan, toh faktanya emang Brian kan gapernah jadian sama Fera. DEKET? Ya tapi itu dulu pada saat mereka kelas 10. Disini aku di aku belajar menjadi sosok pribadi yang kuat, sabar dan tidak menghiraukan mereka yang iri padaku. aku tak memikirkan masalah itu, karna hati aku yang terpenting bukan mereka.
Aku cape harus bolak-balik wc untuk membuang air mata kepedihan ini, aku ga kuat nahan air mata di depan Brian. Setiap kali aku menatap matanya aku bertanya dalam hati “apakah kamu benar mencintaiku, taukah aku hanya bonekamu?”, sikap cueknya itu membuatku perih dan sesak di dada. Aku harus bertahan, mungkin aku belum terbiasa dengan sikapnya, harus selalu optimis berfikir tentang dia. Prinsipku “jika kita ingin di mengerti oleh mereka, kita juga harus mengerti mereka” yup aku harus ngertiin dia. Berminggu-minggu aku dekat padanya, tapi dia sama sekali belum menyatakan perasaannya, aku rasa aku harus menunggu dan dia juga butuh waktu, dan aku yakin dia punya cara tersendiri buat ngungkapinnya
hari ini upacara bendera libur dulu soalnya ujan nih pagi-pagi, aku dari dulu gasuka HUJAN ya H-U-J-A-N, aku gasuka petir. Aku duduk diam di bangkuku dan lalu aku menoleh ke arah Brian yang sedang menikmati music yang ada di speaker porttablenya, aku terus menatapnya dan bicara padanya.
“Yan, ganti dong lagunya, aku gasuka lagunya.”
dia melihat ke arahku, dan dia malah buang muka padaku. Aku langsung terdiam dan membalikkan badanku ke arah papan tulis. Dia gasuka ya sama aku, sampe dia gtuin aku? Hmm.
aku masih sabar soal itu, aku menoleh teman sebangku ku, aku meminjam LKS nya, tapi terdengar dari suara di belakangku “aku dulu lyn yang minjem” aku langsung melempar LKS itu kearah mukanya. Dan aku langsung lari ke WC, aku langsung kunci pintu dan menyalakan air keran, supaya ga ada yang tau kalau aku nangis. Aku baru sadar sahabatku Nessa dan Dicky tau kalau aku pergi sendirian pasti ada sesuatu hal yang terjadi kepadaku, aku langsung mengusap air mataku, dan mencuci muka ku, aku keluar dari WC itu, lalu aku berjalan menuju kantin. Aku ga peduli aku harus kehujanan, walaupun hujannya ga terlalu lebat. Aku memesan teh hangat, dan langsung duduk di meja kantin, ku pandangi Blackberryku. tapi, ga ada satupun pesan atau bbm dari Brian. Brian tidak mengkhawatirkanku, dia tak mencariku, tiba-tiba hujan sangat lebat datang menghampiri, aku sudah tak kuat menahan rasa sakit dan air mata ini. Aku langsung berjalan menuju kelasku dengan airmata ini, se engganya kali ini hujan telah membantu ku untuk menghapus air mata ini.
Sudah 1jam aku berada di luar kelas, sebentar lagi bel pulang, aku langsung segera ke kelas dengan basah kuyup. Pas aku baru masuk kelas, mataku langsung tertuju pada Brian, ternyata dia asik-asik aja bercanda sama yang lainya, YA dia sama sekali tidak mencariku dan mengkhawatirkanku. Aku langsung mengambil tasku dan pulang ke rumah dengan motor kesayanganku, tak pandang seberapa deras hujan saat itu.
sesampainya di rumah aku langsung lari ke kamar mandi, seperti biasa aku langsung menyalakan air keran di bak mandi. Aku berdiri di depan cermin, mataku, hidungku, bibirku merah karena hujan di mataku ini, teringat Brian aku langsung menahan sesak di dada dan airmata ini. Aku menghempaskan tubuhku di lantai kamar mandiku, aku meluapkan rasa sakit itu dengan air mata. Brian gasuka sama aku, Brian ga peduli sama aku. Dari hal terkecil tadi aja dia tidak menghawatirkan aku. Sampai sekarang aku ga pernah tau perasaan Brian gimana sama aku, aku ga boleh terlalu berharap. Kalau dia ada rasa sama aku pasti dia nyari aku, tapi nyatanya engga. Aku ga boleh nangis lagi aku harus bangun dari ketepurukanku, dia ga bakal tau aku sesakit ini dan menurutku kalau cinta itu seneng susah bareng, tapi malah senengnya aja yang bareng ya aku tau dia ga ada rasa sama aku, wake up lyn masih banyak yang lain
besoknya disekolah, aku masuk kekelasku dan pagi itu aku bertemu sesosok Brian, aku langsung berhenti di tempat sejenak, ku tarik nafasku ku dalam-dalam dan ku hembuskan perlahan dan aku langsung melanjutkan jalan ku kea rah tempat duduk. Brian menghampiriku, dia berbicara panjang lebar tapi sayangnya aku udah ga peduli, aku abaikan saja dia. Bel istirahat sudah berbunyi aku segera membereskan buku-bukuku di atas meja, aku berdiri dari tempat duduk ku, Brian menarik tanganku, dia berbicara dengan nada pelan kepadaku.
“lyn, kamu kenapa?” Tanya Brian.
“menurutmu aku kenapa? Jawabku.
“kamu beda lyn, aku salah apa sama kamu?” nada yang semakin pelan.
“kamu bilang aku beda? Aku kaya gini karna karna kamu? Sudahlah kamu itu engga pernah peduli sama aku Yan, dan sekarang kamu gausah sok sokan peduli gitu sama aku huh.” Nadaku agak tinggi.
aku perlahan pergi meninggalkan Brian, tapi Brian menarik tanganku.
“tapi tunggu lyn, aku sayang kamu.”
“oh gitu ya, kemarin-kemarin kamu kemana, saat aku butuhin yang ada malahan kamu asik-asik sendiri kan sama temen-temen kamu, aku pergi dan kehujanan kemarin, apa kamu khawatirin aku? Engga Yan kamu engga peduli sama aku, sekarang kamu se enaknya bilang sayang, emang aku apaan Yan ?” kesalku
“Lyn dengerin penjelasan aku dulu.” Rintihnya.
“aku ga butuh penjelasan apapun dari kamu yan, semuanya udah jelas kok!” suara lantang keluar dari mulutku, lalu aku langsung melepaskan genggamannya dan kemudian aku pergi meninggalkannya.
aku berjalan entah kemana, aku gapunya tujuan, yang tadinya mau ke kantin, Nessa dan Dicky ninggalin aku. Tetes demi tetes air mata ini mulai berjatuhan, kenapa harus kaya gini sih. Aku terus berjalan sambil mengusap airmataku. Karna ini semua bukan akhir karna sudah lama aku lelah menunggunya, menunggu kepastian hubungan diantara kita itu apa. Ternyata aku baru sadar orang yang mencintai kita adalah orang yang memperdulikan kita seperti sahabat-sahabatku Nessa dan Dicky.