Cara Memberi Kepercayaan Pada Anak Kita

Berikan Kepercayaan Pada Anak Kita!." Ada sebuah perusahaan yang berhasil dibangun dengan kekuatan kepercayaan. Yaitu perusahaan sepeda dengan nama Zane's Cycles. Sebuah perusahaan penjual berbagai jenis sepeda ontel di Amerika. Perusahaan yang didirikan oleh Christopher J. Zane tahun 1980 ini dimulai dari toko sederhana. Toko sepeda pertama kali didirikannya di kota Branford, negara bagian Connecticut. Toko ini cepat berkembang dan mempunyai cabang yang cepat menyebar.

Berkembang menjadi sebuah perusahaan besar yang sekarang bergerak tidak hanya masalah sepeda ontel saja. Zane mempu mengembangkan bisnisnya dalam berbagai sektor. Dan perusahaan ini akhirnya sukses dengan memperoleh keuntungan sekitar 13 juta dollar US setahun hanya untuk satu lokasi cabangnya saja.

Apa kunci kesuksesannya?

Salah satu keberhasilan perusahaan ini adalah mampu membangun kepercayaan dengan konsumennya. Zane tahu persis bahwa kepercayaan adalah kunci utama bagi toko sepeda kecil seperti miliknya.  Tanpa kepercayaan sulit baginya untuk menyaingi ritailer besar sekelas Walmart dan sejenisnya.

Akan tetapi dengan membangun kepercayaan, sudah pasti ada sisi yang harus ia korbankan. Zane tahu betul, bahwa dalam diri konsumen ada prinsip "No Body Perfect".

Bagaimana Chris Zane yang berusia 33 tahun mempertahankan penjualan terus tumbuh 25 persen per tahun dalam bisnis yang sangat kompetitif? Sangat sederhana sekali.  Yaitu dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi konsumen yang ingin mencoba sepedanya dan garansi seumur hidup.

“Strategi yang membuat saya sangat dikenal adalah garansi servis seumur hidup. Setelah seorang konsumen membeli dari saya, jika sepeda tidak bisa berjalan atau memerlukan perawatan, kami akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk membuat konsumen kembali bisa menggunakan sepeda. Gratis,” ujar Zhris Zane.

Hebatnya lagi, tanpa harus ditanya macam-macam, alias "no question asked", silakan mencoba berbagai jenis sepeda yang disukainya. Para pembelinya boleh memilih sepeda yang diinginkannya, dan mencoba semaunya tanpa perlu syarat tertentu.

Dan luar biasanya lagi, tidak hanya sepeda-sepeda yang berharga murah yang bisa dicoba, bahkan sepeda dengan harga 6000 US dollar (atau sekitar 50 juta) pun boleh dicobanya sebelum dibelinya. Dicoba berarti harus dinaiki, dan dibawa ke suatu tempat yang mungkin akan menjauh dari tokonya.

Apakah tidak takut sepedanya dicuri konsumennya? sudah pasti khawatir dan takut. Akan tetapi ternyata sikap kepercayaan kepada konsumen  yang lebih besar inilah yang membuahkan keberanian melakukan “garansi seumur hidup” pada pelanggannya.

Hasil yang luar biasa. Faktanya menunjukkan, dari 4000 sepeda yang ia jual setiap tahun, hanya 5 sepeda dicuri oleh konsumennya.

Hilangnya 5 sepeda adalah tidak ada artinya bagi sebuah keuntungan yang luar biasa yang telah ia dapatkan. Dan 5 sepeda tidak ada pengaruhnya dengan kepercayaan kepada konsumen yang telah ia bangunnya. 5 sepeda tidak menjadikan usahanya bangkrut, justru dari hilangnya 5 sepeda ini ia mampu menorehkan tinta sejarah sebagai salah satu perusahaan yang berhasil membangun kepercayaan dengan konsumennya.

Inilah buah dari berpositif thinking. Kalau seandainya kekhawatiran hilangnya sepeda dirasakan Zane lebih besar daripada kesempatan yang ada di depan matanya, maka kesempatan kesuksesan itu tidak akan pernah ia dapatkan selamanya. Boleh jadi Zane masih sebuah toko sepeda kecil di kota Branford.

Al Amin

Suatu ketika seorang gadis kecil bersama dengan ayahnya melintasi jembatan tua yang tidak terawat baik. Jembatan itu penuh dengan lubang menganga, dan talinya pun terlihat ada yang putus. Pertanda kalau kurang diperhatikan oleh yang empunya. Tampak suasana takut dan cemas di raut muka sang ayah dan gadis kecil ketika hendak menyeberanginya. Sambil berbicara pelan kepada putri yang ia cintainya. "Sayang, tolong pegang tangan ayah kuat-kuat agar kamu tidak jatuh ke dalam sungai."

Mendengar permintaan ayahnya si gadis kecil berkata sedikit keras, "Tidak ayah! Ayah yang harus pegang tanganku."

"Apa bedanya?" tanya laki-laki itu sedikit bingung.

"Ada perbedaan besar, yah," balas si gadis kecil.

"Jika aku memegang tangan ayah dan sesuatu terjadi padaku, kemungkinan aku biarkan tangan ayah lepas dariku. Tetapi jika ayah memegang tanganku, aku yakin  apapun yang terjadi, ayah tidak akan pernah membiarkan tanganku terlepas," jelasnya.

Gadis kecil ini menyandarkan keselamatan jiwanya kepada ayahnya. Ia yakin dan percaya betul bahwa ayahnya akan menyelamatkannya walau rintangan berat menghadangnya.

Pembaca, pernahkan anda membayangkan begitu besar kepercayaan anak-anak kita kepada kehadiran sang ayah?

Pada awalnya mereka mengharapkan untuk tidak pernah lepas dari genggaman sang ayah dalam segala hal. Termasuk dalam pendidikan moral dan agamanya. Mereka begitu menyenangi kehadiran sang ayah. Kehadirannya memunculkan harapan, dan kepergiannya memunculkan kekhawatiran. Mereka dulu terlihat begitu senang dengan sapa dan teguran yang ayah berikan. Bahkan mereka mencarinya ketika sang ayah tidak berada di sampingnya.

Hanya karena kesalahan yang diciptakan sang ayah-lah yang menjadikan mereka terkadang lepas dari genggamannya. Mereka lupa dengan prinsip yang ayah miliki, karena sang ayah tidak pernah mengajarkannya kembali. Mereka lupa dengan amal-amal sholeh yang harus dilakukannya, karena ayahnya tidak memegang kuat-kuat jalan yang harus ditempuhnya. Mereka tidak percaya kepada ayahnya lagi karena ia tidak memupuk dan menjaga kepercayaan yang diberikannya oleh anak-anaknya.

Dan akhirnya kepercayaan sang anak kepada ayahnya pun sirna. Apa yang keluar dari ucapannya tidak digubris oleh anak-anaknya kembali. Bahkan ketika ajal menjemputnya, jasad sang ayah yang sudah terbujur kaku pun menjadi sesuatu yang mengerikan bagi anak-anaknya.

Sebuah pepatah mengatakan, “Trust is like a mirror, once its BROKEN you can never look at it the same again.” (Kepercayaan seperti sehelai cermin, satu kalinya RUSAK anda tidak pernah dapat memandangnya yang sama lagi).

Pernah suatu ketika terjadi hal yang memprihatinkan di keluarga Muslim di Amerika. Mereka datang ke Amerika dengan harapan besar. Suami dan istri ini menjadi Muslim sejak lahir. Kehidupan dan pendidikan bagi anak-anaknya yang lebih baik. Kehidupan yang lebih manusiawi. Mereka mempunyai dua orang anak. Beberapa tahun kemudian, ketika anak-anaknya beranjak dewasa, ayahnya meninggal dunia karena sakit keras yang sudah lama dideritanya.

Ketika giliran memandikan jenazahnya, tidak ada satu pun anak-anaknya yang berani melakukannya. Dan ketika giliran menshalatkannya pun, mereka tidak paham bagaimana harus memulainya. Parahnya lagi, mereka pun sudah lupa bagaimana cara mengambil air wudhu.

“How should I do it?”, ujarnya dengan wajah bingung. Urutan dan aturan wudhunya tidak dapat ia lakukan dengan baik.

Peristiwa ini adalah salah satu bukti apa yang disebutkan di dalam hadist Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, "Setiap bayi terlahir dalam keadaan fitrah (Muslim muwahhid), namun kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nashrani atau Majusi. Sebagaimana seekor hewan melahirkan anaknya dalam keadaan sempurna, adakah kamu dapati cacat padanya."(Muttafaq 'alaih)

Kembali ke tema kata “kepercayaan”, tidak ada keberhasilan tanpa kepercayaan. Itulah prinsip hidup dari sebuah kesuksesan. Banyak sekali cerita kesuksesan orang-orang besar karena adanya kepercayaan. Bahkan salah satu kunci kesuksesan dakwah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam adalah karena sebutan Al-Amin (orang yang dapat dipercaya) sejak sebelum kenabian dari semua orang. Dengan kepercayaan

inilah, dahulu Rasulullah hallallahu 'Alaihi wa Sallam menyulam kesuksesan, dan merajut keberhasilan.
Kepercayaan adalah salah satu bentuk nyata dari keberhasilan sebuah positif thingking seseorang. Positif thinking adalah sebuah upaya untuk melihat sesuatu dari sisi positifnya. Segala sesuatu pasti tidak sempurna, kecuali Allah Subhanhu Wa Ta'ala.

Oleh karena itu kalau kita terus mencari ketidak sempurnaan akan sesuatu, maka pasti akan kita dapatkan.  Akan tetapi mencari ketidak sempurnaan adalah salah satu jalan kita mendapatkan kerugian dan kegagalan. Dan perilaku ini menjadi salah satu penyebab hilangnya sebuah kesempatan besar.

Begitu pula dengan kepercayaan yang dimiliki oleh seorang ayah dari anak-anaknya. Ketika mereka masih kecil, mereka percaya bahwa kekuatan otot ayahnya akan mampu menopang beban berat yang dimilikinya. Mereka percaya bahwa ayahnya adalah sosok yang mampu membimbing jalan hidupnya ke arah yang benar dan tepat. Sehingga ketika anak-anak diajak ke suatu arah kebaikan, mereka tetap percaya kepadanya. Tidak bisa dipungkiri kepercayaan selalu membutuhkan patner. Dan patner sang ayah adalah anak-anaknya.

Membangun kepercayaan perlu tumpukan kebaikan. Bahkan terkadang harus merasakan penderitaan  dan ketidak berdayaan. Dan tidak jarang harus berhadapan dengan ide-ide orang lain yang menentangnya. Berhadapan dengan tarikan-tarikan yang lebih menarik bagi anak-anak dari pada keinginan baik ayahnya. Membangun kepercayaan berarti bersiap untuk berkorban. Berat memang, tapi kita perlu kepercayaan untuk menegakkan kehidupan. Ada pepatah yang dapat mengingatkan kita akan sifat kepercayaan ini, “Trust is the hardest thing to find and the easiest to lose.” (kepercayaan adalah hal yang paling sukar didapat namun paling mudah hilang).

Ketika kepercayaan anak-anak ada di pundak sang ayah, maka tidak mustahil ia akan mudah menasehatinya seperti ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menasehati Ibnu Abbas RA ketika kecil. Pintu nasehat yang dimiliki oleh anak-anaknya akan terbuka lebar bagi apapun yang datang dari ayahnya.

Dari sahabat Ibnu Abbas ia berkata: Suatu hari aku membonceng Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, maka beliau bersabda kepadaku: ”Wahai nak, sesungguhnya aku akan ajarkan kepadamu beberapa kalimat: Jagalah (syariat) Allah, niscaya Allah akan menjagamu, jagalah (syariat) Allah, niscaya engkau akan dapatkan (pertolongan/perlindungan) Allah senantiasa di hadapanmu. Bila engkau meminta (sesuatu) maka mintalah kepada Allah, bila engkau memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah. Ketahuilah (yakinilah) bahwa umat manusia seandainya bersekongkol untuk memberimu suatu manfaat, niscaya mereka tidak akan dapat memberimu manfaat melainkan dengan sesuatu yang telah Allah tuliskan untukmu, dan seandainya mereka bersekongkol untuk mencelakakanmu, niscaya mereka tidak akan mampu mencelakakanmu selain dengan suatu hal yang telah Allah tuliskan atasmu. Al Qalam (pencatat takdir) telah diangkat, dan lembaran-lembaran telah kering.” (Riwayat Ahmad, dan At Tirmizy)

Nah, jika kita ingin sukses sebagai ayah, mulailah dengan memperhatikan dan membangun satu kata, yaitu "kepercayaan" pada mereka. Silakan mencobanya.

Yusuf Muhammad Efendy, tinggal di San Francisco, Amerika
Dikutip dan Update Judul oleh situs Dakwah Syariah
Rep: Administrator
Red: Cholis Akbar


Rating: 5

BAGIKAN KE ORANG TERDEKAT ANDA
ONE SHARE ONE CARE

Sekilas tentang penulis : Aksara Tanpa makna

Dakwah Islam, Kebenaran Islam, Islam Toleran