Ada Apa di Balik Gempa dan Tsunami?


Pada kesempatan ini saya coba menghadirkan tulisan tentang gempa dan tsunami dalam pandangan islam. Tulisan ini merupakan khutbah jum’at Syaikh. Prof. Dr. Abdurrazzak bin Abdul Muhsin Al Badr yang di terjemah dan ditulis oleh Ustadz Anas Burhanuddin dan Abdullah Zaen. Disebarkan oleh FSMS (Forum Silaturrahim Mahasiswa as-Sunnah) Surabaya 2004/1425]

Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan, ampunan dan bertaubat kepada-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri dan kejelekan amalan kita. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan barang siapa disesatkan Allah, maka tidak ada yang bisa memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu baginya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, pilihan dan kekasih-Nya, yang Dia percayai untuk menyampaikan wahyu dan syariat-Nya kepada umat manusia. Semoga shalawat Allah dan salam-Nya senantiasa tercurah kepada beliau, serta semua keluarga dan sahabatnya.

Kaum mukminin dan para hamba Allah… Bertakwalah kepada Allah karena sesungguhnya orang yang bertakwa kepadaNya akan dijaga dan dibimbing oleh-Nya kepada kebaikan urusan dunia dan akhirat.
Belakangan ini dunia seisinya membicarakan sebuah peristiwa besar, yaitu gempa dahsyat yang karenanya bumi tergoncang hebat, dia berasal dari satu pulau di Indonesia.

Akibatnya bumipun bergoncang dahsyat kemudian timbul setelahnya badai besar Tsunami dan angin topan yang melumat berbagai kota dan banyak desa. Bahkan sebagian tenggelam tertutup air sama sekali, seketika itulah meninggal ratusan bahkan ribuan jiwa. Data terakhir menyebutkan bahwa korban mencapai 120 ribu jiwa. Mereka meninggal dalam satu waktu akibat tenggelam oleh air yang menerjang rumah, sawah, dan berbagai sarana hidup mereka!. Data ini bukanlah data final. Sebab diprediksi bahwa jumlah korban jauh lebih besar dari jumlah ini. Di samping itu, puluhan ribu orang luka-luka, serta jutaan yang lain kehilangan harta benda dan tempat tinggal.

Ini adalah sebuah peristiwa besar yang semestinya menggerakkan hati kita. Karenanya, dunia seisinya membicarakannya dan mengikuti berita serta perkembangannya. Seorang mukmin yang dikaruniai taufiq oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dalam kejadian dan musibah besar seperti ini, harus melakukan berbagai renungan keimanan, sehingga akan menambah keshalihan dan kedekatannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, juga menambah rasa takutnya untuk bertemu dan berhadapan dengan-Nya. Selain itu ia juga akan mengambil hikmah dan pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebab itu, setelah peristiwa besar ini kita harus merenungi beberapa hal yang harus senantiasa diingat dan disadari sepenuhnya oleh setiap muslim:
Pertama:
Peristiwa ini dan semisalnya akan membimbing seorang muslim pada suatu perkara –yang telah dia yakini- yaitu bertambahnya keimanan dia akan kesempurnaan kuasa dan kekuatan Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta meyakini bahwa Allah-lah yang mengatur alam ini sesuai dengan kehendak-Nya, dan memutuskan apa yang Ia inginkan. Tidak ada seorangpun yang bisa menolak keputusan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
"Artinya : Yang Berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu kepada keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami(nya)".[Al An'am : 65]
Maksud dari "azab dari atas" dalam ayat tersebut adalah seperti petir, halilintar yang menghancurkan, dan angin topan. Adapun makna “azab dari bawah" adalah seperti gempa dan tanah longsor.
Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu berkata : Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam membaca ayat: “Yang Berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu.” Beliau bersabda: "Aku berlindung dengan wajah Allah yang mulia". Dan ketika membaca: “atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu kepada keganasan sebahagian yang lain.” Beliau bersabda : "Ini lebih ringan". [HR Bukhari].
Kemudian renungkanlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami(nya)”
Sesungguhnya beraneka-ragamnya tanda-tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala menuntun kita kepada pemahaman, keimanan dan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami(nya)” Yakni: agar mereka memahami tujuan yang harus diwujudkan dari penciptaan mereka.
Kedua:
Peristiwa ini betul-betul salah satu tanda-tanda agung kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang dengannya Dia menumbuhkan rasa takut dalam jiwa hamba-hamba-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
"Artinya : Dan tidaklah kami mengirimkan tanda-tanda itu kecuali untuk menakuti". [Al Isra : 59]
Maksudnya ; Allah Subhanahu wa Ta’ala menumbuhkankan rasa takut dalam jiwa hamba-hamba-Nya dengan tanda-tanda yang agung itu.
Berkata Qatadah rahimahullah: "Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menakut-nakuti manusia dengan tanda-tanda kekuasaan yang Dia kehendaki, agar mereka mengambil pelajaran, ingat dan kembali (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala)". Adapun penisbatan peristiwa ini kepada alam, itu termasuk dalam kejahiliyahan.
Maka hendaknya seorang mu'min takut, merenung dan mengambil pelajaran ; bahwasanya Yang telah menimpakan musibah kepada saudara-saudaranya, Maha Kuasa untuk menimpakan hal yang serupa atau lebih kepada selain mereka. Jatuh korban 120.000 jiwa atau lebih dalam satu waktu!. Adakah di antara kita yang mengambil hikmah dan pelajaran?.
Ketiga:
Setelah kejadian ini mari kita renungi bersama nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa menetapnya bumi, sebagaimana firman-Nya:
"Artinya : Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kalian tetap". [Ghafir : 64]
Maksudnya : Tidak bergoncang-goncang atau bergetar.
Mari kita renungi dari sini, betapa besar Dzat yang memegang bumi ini, sehingga dia menetap dan tidak bergoncang atau bergoyang. Bayangkan bagaimana jika bumi yang kita berjalan di atas permukaannya selalu bergoncang dan bergetar, bisakah kita hidup di atasnya?, bisakah kita tidur?, bisakah kita bekerja? (tentu jawabnya adalah : tidak -pent). Jadi Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melimpahkan karunia-Nya kepada kita berupa ketenangan dan menetapnya bumi ini. Maka hendaknya kita mengambil pelajaran dari nikmat ini, lantas kita bandingkan dengan gempa yang diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dari waktu ke waktu ; hingga kita bisa mengambil kesimpulan : Betapa besar karunia ketenangan bumi dan alangkah sempurnanya nikmat ini. Jika bumi ini bergoncang dalam sekejap saja, telah memakan korban 120 ribu jiwa, bagaimana jika bergoncang sehari penuh, atau berhari-hari, apa yang akan terjadi dengan manusia di permukaannya???.
Karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala lainnya adalah tidak meluapnya lautan hingga menenggelamkan semua daratan. Padahal kita tahu bahwa luas lautan di muka bumi ini dua pertiga luas daratan. Allah-lah yang Maha Kuasa untuk menahan air laut hingga tidak meluap ke daratan, padahal Dia mampu untuk menenggelamkan seluruh daratan!.
Kita bisa ambil pelajaran dari sejarah:
"Artinya : Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung) kami bawa (nenek moyang) kamu ke dalam bahtera" [Al Haqqah : 11]
Tidak perlu jauh-jauh, bencana yang baru saja terjadi bisa menggambarkan bagi kita hal itu ; air telah menenggelamkan berbagai daerah secara total, hingga semua yang berada di atasnya mati, tidak tersisa seorangpun jua. Dua karunia ini ; menetapnya bumi dan tidak meluapnya lautan ke daratan haruslah kita syukuri, sembari kita panjatkan puji kepada-Nya atas segala curahan nikmat-Nya.
Keempat :
Bumi adalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia-lah yang telah menciptakannya dan menjadikannya ada. Dia pula yang telah menciptakan manusia dia atasnya. Maka Dia pula-lah yang berhak untuk bertindak sekehendak-Nya. Perhatikanlah sebagian perbuatan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap bumi-Nya dalam ayat:
"Artinya : Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesunguhnya Kami mendatangi bumi, lalu kami kurangi bumi itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya? Dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya), tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya ; Dia-lah Yang Maha cepat hisab-Nya". [Ar-Ra'd: 41]
Sebagian ahli tafsir menerangkan bahwa maksud dari "Kami kurangi bumi itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya" adalah dengan tenggelamnya (sebagian bumi -pent), gempa dan berbagai macam bencana. Jadi Allah Subhanahu wa Ta’ala mengurangi bumi dari tepi-tepinya sesuai dengan kehendak-Nya, tidak ada yang bisa menolak keputusan-Nya.
Jika kita telah sadar bahwa bumi ini adalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan yang berhak untuk bertindak di dalam-Nya adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala juga; maka mari kita sama-sama merenungi apa hikmah di balik penciptaan kita di muka bumi ini?. Tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka menegakkan kalimat tauhid Allah Subhanahu wa Ta’ala, mentaati perintah-Nya, mengikuti syari'at-Nya, merendahkan diri di hadapan-Nya, patuh terhadap perintah-Nya dan perintah rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam;. Kita wajib beriman terhadap ayat-ayat yang jelas, hujjah-hujjah yang tinggi serta dalil-dalil agung yang menjelaskan kesempurnaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kewajiban untuk taat kepada-Nya lantas mengikhlaskan ibadah hanya untuk-Nya. Hingga kita dapat menjalankan tujuan penciptaan kita dengan sempurna ; yaitu menjalankan perintah-Nya dan mengikuti rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Kelima:
Seharusnya seorang muslim bersikap tenang dalam menghadapi musibah yang menimpanya atau menimpa saudaranya ; yakni dengan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, yakin dan bertawakkal kepada-Nya. Sesungguhnya musibah itu akan membuahkan bertambahnya iman seorang mu'min, bertambah baiknya hubungan dia dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta semakin sempurna kedekatan dia dengan-Nya. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
"Artinya : Alangkah mengagumkan kondisi seorang mu'min; seluruh perkaranya adalah kebaikan. Jika dia mendapatkan nikmat, bersyukur, dan itu adalah merupakan kebaikan baginya. Dan jika dia tertimpa musibah, bersabar, itupun merupakan kebaikan baginya". [HR Muslim]
Dan hal ini tidak akan ada kecuali dalam diri seorang mu'min.
Keenam:
Sesungguhnya seorang yang beriman akan sadar bahwa musibah-musibah ini tidak lain dan tidak bukan adalah akibat dosa-dosa. Tidaklah terjadi suatu malapetaka melainkan gara-gara perbuatan dosa, dan malapetaka itu tidak akan dicabut (oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala) kecuali dengan taubat. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan:
"Artinya : Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya". [Al-'Ankabut : 40]
Saat inilah seharusnya seorang mu'min mendekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan membawa taubat dan berserah diri kepada-Nya, sehingga dia dapat memetik pelajaran dari musibah yang menimpa orang lain. "Sesungguhnya orang yang bahagia adalah yang dapat memetik pelajaran dari (apa yang menimpa) saudaranya, kebalikannya orang yang merugi adalah jika saudaranyalah yang mengambil pelajaran dari apa yang menimpa dirinya".
Ketujuh :
Terakhir, kita memiliki beberapa kewajiban terhadap saudara-saudara kita yang tertimpa musibah besar ini, di antaranya;
[a]. Berdo'a agar Allah Subhanahu wa Ta’ala meringankan penderitaan mereka, serta menjadikan musibah ini sebagai titik tolak bagi mereka untuk kembali kepada kebaikan dan bertaubat kepada-Nya. Kita juga memohon agar Allah Subhanahu wa Ta’ala menenangkan ketakutan mereka, menutupi aurat mereka dan memberi rizki orang-orang yang ditimpa kelaparan.
[b]. Juga kita berkewajiban untuk mengulurkan tangan membantu mereka semampu kita. Saat ini ribuan orang sama sekali tidak memiliki tempat tinggal, rumah, makanan dan minuman. Sedangkan kita hidup dalam kenikmatan. Bersyukurlah kepada AllahSubhanahu wa Ta’ala atas nikmat dan karunia-Nya, kemudian bantulah saudara-saudara kita semampunya!.
Kami tutup khutbah ini dengan sebuah doa agung dan berbarakah, yang selalu dibaca oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam; setiap malam sebelum merebahkan tubuhnya di peraduan:
Artinya: "Segala puji bagi Allah Yang telah memberi kita makan, minum dan mencukupi kita, serta memberi kita tempat tinggal. Betapa banyak orang yang tidak mendapatkan yang mencukupi dia serta memberi dia tempat tinggal". [HR Muslim dari Anas bin Malik]
Ya Allah, muliakanlah Islam dan kaum muslimin (3X), hinakanlah kesyirikan dan kaum musyrikin, serta hancurkanlah musuh-musuh agama kami.
Ya Allah, ringankanlah musibah yang menimpa saudara-saudara kami di manapun mereka berada, kuatkanlah mereka wahai Yang Maha Agung lagi Maha Pemurah. Ya Allah, tenangkanlah rasa takut mereka, obatilah kelaparan dan dahaga mereka, tutupilah aurat mereka, karuniakanlah kepada mereka tempat tinggal yang baik, wahai Yang Maha Agung lagi Maha Pemurah.
Ya Allah, kembalikanlah kami dan mereka kepada-Mu dengan baik, berilah kami taufik untuk bertaubat kepada-Mu, jadikanlah kami hamba-hamba-Mu yang beriman dan mengikuti rasul-Mu Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, juga karuniailah kami -wahai Yang Maha Agung lagi Maha Pemurah- taufik untuk mengerjakan hal-hal yang Engkau cintai dan ridhai, bantulah kami untuk melakukan kebaikan dan ketakwaan, janganlah Engkau jadikan kami bergantung kepada diri sendiri, meskipun hanya sekejap mata.
Ya Allah, ampunilah segala dosa kami, baik yang kecil maupun yang besar, yang terdahulu maupun yang akan datang, serta yang tersembunyi maupun yang terlihat. Ya Allah, sesungguhnya kami telah mendzalimi diri kami, jika Engkau tidak mengampuni dan mengasihi, niscaya kami akan menjadi orang-orang yang merugi.
Hanya ini yang dapat kami sampaikan, kami mohon ampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk kita dan seluruh kaum muslimin dari segala dosa, mintalah ampun kepada-Nya, niscaya Dia akan ampuni. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

[Ditranskrip dan diterjemahkan dari khutbah Jum'at Syeikh. Prof. Dr. Abdur Razzak bin Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr –Hafizhahullahu- oleh : Anas Burhanuddin dan Abdullah Zaen. Disebarkan oleh FSMS (Forum Silaturrahim Mahasiswa as-Sunnah) Surabaya 2004/1425]

BAGIKAN KE ORANG TERDEKAT ANDA
ONE SHARE ONE CARE

Sekilas tentang penulis : Aksara Tanpa makna

Dakwah Islam, Kebenaran Islam, Islam Toleran