DEMIKIAN pertanyaan yang selalu muncul tiap kali umat Islam memasuki hari-hari akhir bulan Ramadhan. Jelang Idul Fitri, seluruh umat Islam --anaka-anak hingga orang dewasa-- wajib membayar zakat fitrah sebagai penyempurna ibadah puasa (shaum).
Berbagai literatur menjelaskan, ada dua pendapat dalam hal bentuk zakat fitrah yakni
- Boleh dengan Uang
- Tidak Boleh dengan Uang --Harus berupa Makanan Pokok (Beras)
Detailnya, dalam hal Hukum Zakat Fitrah dengan Uang, ada dua pendapat:
- Boleh. Sebagian ulama membolehkan, bahkan dalam konteks kekinian, zakat fitrah dengan uang lebih bermanfaat atau lebih dibutuhkan mustahiq (fakir-miskin), apalagi di Indonesia sudah ada program beras miskin (raskin), yang artinya kaum fakir-miskin sudah ada beras dan mereka butuh uang untuk membeli lauk-pauknya.
- Tidak Boleh alias harus berupa beras, sebagaimana dicontohkan Rasulullah Saw dan para sahabat.
Ulama yang Membolehkan Zakat Fitrah dengan Uang
Kalangan ulama yang membolehkan zakat fitrah dengan qimah (uang) a.l. Imam Hanafi yang berpendapat mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk uang senilai bahan makanan hukumnya sah.
Abu Ja’far, salah seorang ulama Hanafi, bahkan mengatakan, membayar zakat fitrah dalam bentuk mata uang lebih utama daripada dalam bentuk bahan makanan. Alasannya, karena itu lebih dibutuhkan kaum fakir miskin dalam banyak kasus.
Ulama yang mendukung pendapat Imam Hanafi ini antara lain Umar bin Abdul Aziz, Tsauri, Hasan Basri. Ibnu Taimiah dan Ibnu Qayyim dari ulama Hanbali juga mendukung pendapat ini.
Ulama yang Menolak Zakat Fitrah berupa Uang, Harus dengan Makanan Pokok
Ulama yang menyatakan zakat fitrah hanya boleh dibayar dalam bentuk bahan makanan pokok masyarakat setempat (dalam hal ini beras untuk masyarakat Indonesia) antara lain Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad.
Menurut mereka, mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk mata uang tidak sah, kecuali dengan mekanisme mewakilkan untuk membeli bahan makanan.
Jadi, pada saat memberikan uang kepada amil, tujuannya adalah mewakilkam kepada amil untuk membeli bahan makanan lalu disalurkan kepada mustahiq.
Alasan pendapat ini adalah hadist di atas yang menyebutkan bahwa Rasulullah s.a.w. memerintahkan mengeluarkan zakat dalam bentuk bahan makanan.
Zakat Fitrah dengan Uang Bisa Lebih Masalahat
Bahkan ada pendapat, kemaslahatan membayar zakat dalam bentuk uang pada saat ini merupakan sesuatu yang tidak bisa dipungkiri. Kebutuhan mustahik sangat beragam. Tidak hanya sebatas bahan makanan pokok.
Kadangkala memberikan bahan pokok (beras) kepada fakir-miskin, justru merugikan. Sebab, untuk memenuhi kebutuhan yang lain, ia harus menjual lagi harta zakat yang ia terima dengan harga di bawah standar.
Menurut Syaikh Yusuf Al-Qardhawi, alasan Rasulullah Saw pada waktu itu, memerintahkan zakat fitrah dalam bentuk makanan pokok, karena kala itu, tidak semua orang memiliki dinar atau dirham. Akses mereka terhadap bahan pokok lebih mudah.
Dengan begitu, apabila beliau saw memerintahkan zakat dalam bentuk uang tentu akan membebani umat muslim. Maka, beliau saw memerintahkan zakat dalam bentuk bahan makanan pokok. Berbeda halnya saat ini, situasi telah berubah. Seseorang lebih mudah mendapatkan uang daripada bahan makanan pokok.
Demikian ulasan ringkas tentang Hukum Zakat Fitrah dengan Uang. Wallahu a'lam bish-shawabi. (http://www.moslem.cf).*
Baca Juga:
Links
- https://zakat.or.id/hukum-membayar-zakat-fitrah-dengan-uang/
- http://www.nu.or.id/post/read/69388/hukum-zakat-fitrah-dalam-bentuk-uang
- http://hizbut-tahrir.or.id/2010/09/04/bolehkah-zakat-fitrah-dengan-uang/