FENOMENA HIDROLOGI DALAM ISLAM
Hidrologi kita kenal sebagai ilmu yang mempelajari distribusi air di bumi, khususnya di daratan. Sejak kita masuk di bangku kuliah Fakultas Geografi-semester I, kita sudah dikenalkan pada suatu sistem peredaran air di bumi yang dikenal sebagai siklus hidrologi. Selain itu, kita juga sudah dikenalkan pada beberapa macam cabang obyek hidrologi yaitu: (1)Hidrometeorologi (air yang ada di udara/langit); (2)Potamologi-Limnologi (air yang ada di permukaan-sungai dan danau); (3)Geohidrologi (air yang ada di dalam tanah); dan (4)Kriologi (air dalam bentuk salju atau es). Selain itu, pada semester berikutnya ditawarkan pula matakuliah (MK) tentang laut dan samudera yaitu MK Oseanografi yang mempunyai hubungan sangat erat dengan siklus hidrologi. Banyak referensi atau buku teks yang diacu dan digunakan, dan hampir semuanya dikarang oleh scientist dari Amerika dan Eropa. Tapi, pernahkan kita berpikir, apakah Al Qur'an dan Al-Hadits sebagai hujjah utama kita, ternyata dapat digunakan sebagai rujukan untuk mempelajari Hidrologi??. Ternyata, di dalam Al Qur'an terdapat ayat-ayat yang berkaitan dengan obyek kajian hidrologi yaitu ayat-ayat tentang air (113 ayat), hujan (44 ayat), sungai (54 ayat), laut (28 ayat), mataair (23 ayat), awan dan mendung (21 ayat), angin (33 ayat), serta es (1 ayat).
Siapakah yang memulai dan kapan dimulainya siklus hidrologi??
Ada diskusi dan perdebatan yang menarik ketika pertanyaan ini saya lontarkan kepada mahasiswa,"untuk memulai siklus hidrologi, lebih dahulu mana antara hujan yang jatuh ke bumi, atau air laut dan air di bumi yang lebih dahulu ada yang kemudian teruapkan menjadi awan yang kemudian jatuh sebagai hujan??". Pertanyaan ini mirip ketika ditanyakan,"lebih dahulu mana, antara ayam dan telur?". Ternyata, para ilmuwan dunia dalam kesepakatannyya lebih memilih bahwa siklus hidrologi dimulai dari air laut yang ada terlebih dahulu ada dan diuapkan yang kemudian menjadi hujan, dst..,kemudian terbentuk siklus hidrologi sampai saat ini. Begitukah Allah menciptakan air di bumi??. Jawabannya adalah: salah. Dalam Al Qur'an terdapat sekitar 14 ayat yang menerangkan bahwa "hujan diturunkan dari langit untuk menghidupkan bumi setelah matinya, sehingga sebelum ada hujan tidak ada sedikitpun air di bumi dan hanya ada batu-batuan saja". Kami nukil satu ayat dari QS Ar-Rum(30)/24:
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan dia menurunkan hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya".
Kemudian Allah SWT juga menjelaskan pada bahwa sebelum diturunkannya hujan dari langit,maka status bumi adalah mati;QS An-Nahl (16)/65:
" Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran)"
Selain ayat-ayat yang sudah disebutkan diatas masih terdapat beberapa ayat yang menerangkan bahwa Allah SWT yang menurunkan air (hujan) dari langit sehingga terdapat air dan keberlangsungan siklus hidrologi di bumi (misal: QS:2/22 ; QS:6/99 ; QS:10/24 ; QS:14/32). Demikianlah, Al Qur'an selalu merupakan petunjuk bagi orang-orang yang berakal dan beriman.
Apakah jumlah air di bumi bertambah atau berkurang?
Pertanyaan ini juga menjadi bahan diskusi yang hangat dikalangan mahasiswa, tetapi setelah dijelaskan mengenai konsep kekekalan energi air pada siklus hidrologi, barulah mahasiswa paham bahwa jumlah air di bumi selalu tetap, hanya distribusi dan wujud airlah yang berubah, kecuali ada beberapa komponen airtanah yang tidak ikut siklus hidrologi semisal air connate dan air meteorik dalam jumlah yang sangat kecil. Tetapi, sebenarnya jika kita sedikit lebih jeli, ada sebuah sabda Rasulullah yang berbunyi : Maa 'aamun bi'aamthori min 'aamin yang artinya "tidaklah ada suatu tahun lebih banyak hujannya dari tahun yang lain". Dalam hal ini, ahli meteorologi menjelaskan bahwa panas yang dicurahkan matahari kadarnya tetap, dan faktor-faktor lainnya yang ikut menciptakan terjadinya hujan masih tetap bagi bola bumi secara total. Akibatnya, kadar uap air dalam udara kondisinya tetap setiap tahunnya, sehingga curah hujan tidak berubah sama sekali setiap tahun. Adapun jika kita amati di tempat kita, curah hujan bervariasi tiap tahunnya. Hal ini terjadi karena kita mengamati pada tempat kita saja dan bukan pada total hujan yang jatuh di bumi ini. Berkurangnya curah hujan pada satu tempat berarti bertambahnya pada satu tempat yang lain. Jika ditotal, curah hujan di seluruh dunia selalu tetap, meskipun berbeda di daerah-daerah tertentu. Allah berfirman tentang pergiliran hujan di bumi sehingga terjadi variasi spasial curah hujan dalam, yaitu dalam QS Al Furqon (25)/50:
"Dan Sesungguhnya kami Telah mempergilirkan hujan itu diantara manusia supaya mereka mengambil pelajaran (dari padanya); Maka kebanyakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari (nikmat)".
Subhanallah, ternyata penemuan kekekalan energi pada siklus hidrologi oleh para ilmuwan terkemuka sekitar abad 19-an sudah disampaikan oleh Rasulullah SAW melalui hadits beliau dan firman Allah SWT sejak 15 abad yang lalu. Bagaimana jika seorang ahli meteorologi sudah mengetahui dan paham makna hadits dan firman Allah tersebut dan menjadikannya sebagai hujjah?? Tentu hasil analisis mereka lebih tajam, meyakinkan dan sudah pasti sesuai dengan kehendak Allah.
Kasus lain dalam bidang hidrologi
Pada sekitar tahun 1900 an, geolog Badon Ghyben dan Herzberg mengemukakan prinsip bahwa air asin akan mengapung pada air tawar, sehingga pada pertemuan tersebut merupakan zona difusi yang membuat tidak dapat bercampurnya asin dengan air tawar atau yang dikenal sebagai interface air asin-tawar, sehingga kedua jenis air ini tidak bisa saling melampaui. Prinsip ini dibuktikan pada pertemuan antara Laut Atlantik dan Laut Mediteran di Selat Gibraltar yang tidak bisa bercampur airnya. Sementara itu sejak 15 abad yang lalu, tidak mungkin bercampurnya air laut dengan air tawar sudah dijelaskan oleh Allah melalui Rasul-Nya SAW, dan berfirman dalam surat Ar-Rahman (55)/19-20:
"Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya Kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing"
Atau pada surat Al Furqon (25)/53
" Dan dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang Ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi"
Demikianlah, selain kita belajar tektbook hidrologi, jika kita jeli dalam mentadaburi ayat-ayat terkait siklus hidrologi di Al-Qur'an yang berjumlah lebih dari 300 ayat, pemahaman seperti apa yang kita peroleh?? Coba jika kita ajukan satu pertanyaan, "Bagaimana mekanismenya sehingga bisa dengan mudah ditemukan lapisan yang mengandung airtanah yang tawar?". Tentu kita akan menjawab, karena ada akuifer, menyaring infiltrasi dari hujan, mengalirkan sekaligus menyimpan, kita kaitkan dengan jenis batuan, porositas, water-rock interaction, dst. Mungkin butuh 1 malam bagi kita belajar buku teks, dan kemudian menjawab hal ini. Tapi coba jika kita cari ayat di Al Qur'an terkait hal ini, jawabnya sederhana, yaitu karena Allah menciptakan gunung. Lihat QS 77/27.
"Dan kami jadikan padanya gunung-gunung yang tinggi, dan kami beri minum kamu dengan air tawar?"
Dengan ayat ini akan lebih mudah kita menjelaskan, ada gunung, ada material piroklastis, porositas bagus, menyaring, menyimpan, dan mengalirkan airtanah, sehingga simpanan airtanah melimpah dan rasanya tawar. Selanjutnya, karena nilai permeabilitas di lereng atau dataran gunung pasti tinggi/cepat, tidak terlalu banyak water-rock interaction, sehingga kandungan unsur terlarut tidak begitu banyak, sehingga airnya berasa segar/tawar.
Demikianlah, sebagai seorang geograf yang Islami, kita harus menggunakan ayat-ayat kauniyah sebagai isyarat proses yang ada di bumi, dan tugas kitalah untuk membuktikannya dan menajamkannya. Itulah mengapa ciri-ciri seorang ulil albab (orang yg. paling berakal-logis) adalah seperti yang dijelaskan pada QS Ali Imron (2)/190-191:
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka".
Kemudian, apapula bedanya ilmuwan kebumian muslim dan ilmuwan kebumian non-muslim?? Seorang geograf muslim, setelah dia mampu menjelaskan fenomena tersebut melalui isyarat Allah SWT dalam Al Qur'an, maka ilmuwan kebumian muslim akan selalu berkata: "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka". Kemudian, tingkat keimanan mereka menjadi lebih tinggi, semakin dekat pada Allah, semakin rajin beribadah, dan semakin tumbuh kecintaannya kepada Islam. Inilah yang membedakan dan yang menyebabkan mengapa kedudukan geograf yang muslim jauh lebih tinggi dan mulia dibanding geograf non-muslim, karena kita jauh lebih berakal dari mereka.
Mudah-mudahan bermanfaat.