Pengertian Aqiqah dan Kajiannya

1.    PENGERTIAN AQIQAH

‘Aqiqah, huruf ‘ain diharakati fathah, adalah nama untuk kambing yang disembelih berkaitan dengan kelahiran bayi.

2.    HUKUM AQIQAH

Aqiqah adalah suatu kewajiban atas orang tua, untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang setara, dan untuk anak perempuan seekor kambing:

Dari Salman bin Amir adh-Dhabby ra, ia bertutur: Saya pernah mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Bersama seorang anak itu ada aqiqahnya. Karena itu, alirkanlah darah untuknya dan singkirkanlah gangguan darinya.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 2562, Fathul Bari IX: 590 no: 5472, ‘Aunul Ma’bud VIII: 41 no: 2822, Tirmidzi III: 35 no: 1551, dan Nasa’i VII: 164).

Dari Aisyah ra, ia berkata, “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pernah menyuruh kami memotong aqiqah dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan seekor kambing untuk anak perempuan.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 2561, Ibnu Majah II: 1056 no: 3163, Tirmidzi III: 35 no: 1549).

Dari Hasan bin Samurah dari Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, Beliau bersabda, “Setiap anak (yang baru lahir) tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh, digundul rambutnya dan diberi nama (pada hari itu juga).” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 2563, Ibnu Majah II: 1056 no: 3165, ‘Aunul Ma’bud VIII: 38 no: 2821, Tirmidzi III: 38 no: 1549, Nasa’I VII no: 166).

3.    WAKTU AQIQAH

Disunnahkan kambing aqiqah disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya, jika terlewatkan maka pada hari keempat belas, kemudian jika terlewatkan lagi maka pada hari kedua puluh satu.

Dari Burairah ra, dari Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam Beliau bersabda, “Kambing aqiqah disembelih pada hari ketujuh, atau keempat belas, atau kedua puluh satu.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 4132 dan Baihaqi IX: 303).

4.    HAL-HAL YANG DIANJURKAN YANG BERKAITAN DENGAN HAK ANAK YANG BARU DILAHIRKAN

Menggosok langit-langit dengan kurma:

Dari Abu Musa ra, ia berkata, “Telah lahir anak laki-lakiku, lalu kubawa kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, lantas Beliau memberinya nama Ibrahim dan menggosok langit-langitnya dengan sebiji tamar (kurma), serta memohon barakah untuknya, kemudian mengembalikannya kepadaku (lagi).” Dan dia adalah putera Abu Musa yang paling dewasa. (Muttafaqun’alaih: Fathul Bari IX: 587 no: 5467 dan ini lafadz bagi Imam Bukhari, Muslim III: 1690 no: 2145 tanpa lafadz ”WA DAFA’AHU dst.”).

Mengambil rambut pada hari ketujuh dan bershadaqah perak seberat rambutnya:

Dari hasan bin Samurah ra dari Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, Beliau bersabda, “Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh, digundul rambutnya dan diberi nama.” (Shahih: Shahih Jami’us Shaghir no: 7563, Ibnu Majah II: 1056 no: 3163, Tirmidzi III: 35 no: 1559, Nasa’i VII no: 166, ’Aunul Ma’bud VIII : 38 no: 2821).

Dari Abu Rafi’ ra bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda kepada Fathimah tatkala melahirkan Hasan, “Gundullah rambutnya, dan bershadaqahlah perak seberat rambutnya kepada fakir miskin!” (Hasan: Irwa-ul Ghalil no: 1175, al-Fathur Rabbani VI: 390 dan Baihaqi IX: 304).

Dikhitan pada hari ketujuh, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Ath-Thabrani dalam al-Majma’us Shaghir:

Dari Jabir ra, ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pernah menyembelih aqiqah untuk Hasan dan Husain dan mengkitan keduanya pada hari ketujuh.” (Ath-Thabrani dalam ash-Shaghir II: 122 np: 891 dan Baihaqi VIII: 234).

Imam ath-Thabrani meriwayatkan juga dalam al-Mu’jamul Ausath:

Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, “Ada tujuh hal termasuk sunnah Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam yang berkaitan dengan anak kecil pada hari ketujuh: (pertama) diberi nama, (kedua) dikhitan dan dibersihkan kotorannya, (ketiga) dilobangi telinganya, (keempat) disembelih aqiqah untuknya, (kelima) digundul rambutnya, (keenam) diolesi darah aqiqahnya, dan (ketujuh) bershadaqah untuk kepalanya emas atau perak seberat rambutnya.” (ath-Thabrani dalam Mujmaush Shaghir I: 562 no: 334).

Syaikh al-Albani menyebutkan riwayat ini dalam Tamamul Minnah: 68. Kedua hadist di atas, sekalipun sama-sama mengandung kelemahan, namun saling menguatkan sehingga terpakai, karena masing-masing jalur sanadnya berlainan dan pada kedua jalur sanad itu tidak ada yang tertuduh berdusta. Dan, termasuk hal yang patut diingatkan bahwa mengolesi bayi dengan darah aqiqah adalah perbuatan yang terlarang.

Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil

BAGIKAN KE ORANG TERDEKAT ANDA
ONE SHARE ONE CARE

Sekilas tentang penulis : Aksara Tanpa makna

Dakwah Islam, Kebenaran Islam, Islam Toleran