Kajian Hadits Ahad Bagian 2

HADITS ‘AZIZ

Sebagamana telah dijelaskan pada pembahasan lalu, bahwasanya para Ulama Ahli Hadits membagi hadits Ahad menjadi tiga macam yaitu, Masyhur, ‘Aziz, dan Gharib. Dan pembahasan seputar hadits Masyhur sudah kita ketahui bersama pada pembahasan yang lalu. Sekarang marilah kita simak pembahasan tentang hadits ‘Aziz berikut ini.

Definisi

Secara Bahasa

Secara bahasa kata ‘Aziz adalah Shifah Musyabbahah (kata sifat yang menyerupai isim Fa’il) dari kata kerja عَزَّ-يَعِزُُّ (dengan huruf ‘ain yang dikasrahkan) berarti sedikit, atau nadir atau berasal dari kata عَزَّ-يَعَزُُّ (dengan huruf ‘ain yang difathahkan) berarti kuat atau meningkat. Hadits tersebut dinamakan demikian bisa jadi dikarenakan sedikitnya keberadaan hadits tersebut atau bisa jadi dikarenakan hadits itu menjadi kuat atau meningkat derajatnya disebabkan adanya jalur lain (riwayat lain) yang serupa dengan hadits itu.

Secara Istilah

Ada beberapa definisi seputar hadits ‘Aziz yang dijelaskan para Ulama, berikut ini beberapa contohnya:

Ibnul Mulaqin rahimahullah berkata:”Jika dua orang atau tiga orang perawi menyendiri (dalam meriwayatkan hadits) maka dinamakan hadits ‘Aziz.” (at-Tadzkirah fii ‘Ulumil Hadits)

Maksudnya adalah bahwa hadits yang hanya diriwayatkan oleh dua atau tiga orang perawi saja dalam setiap tingkatan sanadnya maka dinamakan hadits ‘Aziz.

Perkataan Ibnul Mulaqin rahimahullah “Dua orang atau tiga orang perawi” disebabkan karena para Ulama berbeda pendapat tentang masalah tersebut. Sebagian mereka mensyaratkan minimal dua perawi dalam satu thabaqat (tingkatan) sanad, dan yang lainnya mensyaratkan minimal tiga perawi. Jadi mereka (para Ulama) mempersyaratkan minimal ada dua perawi dalam setiap thabaqat-thabaqat (tingkatan-tingkatan) sanadnya, adapun jika pada thabaqat yang lain jumlahnya lebih banyak maka tidak mengapa. Kesimpulannya adalah jumlah perawi paling sedikit dalam setiap thabaqat sanadnya adalah dua atau lebih, supaya hadits tersebut dinyatakan sebagai hadits ‘Aziz.

Syaikh ‘Abdulkarim al-Khudair mengatakan bahwa definisi hadits ‘Aziz adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang perawi, dari dua orang perawi, dari dua orang perawi dan seterusnya sampai akhirnya. Maksudnya adalah bahwa jumlah perawi dalam tingkatan sanad tidak boleh kurang dari dua orang. Jadi seandainya ada hadits diriwayatkan oleh tiga orang perawi, dari empat orang perawi, dari dua orang perawi, dari lima orang perawi dan dari tujuh orang perawi maka yang seperti ini dinamakan dengan hadits ‘Aziz. Kenapa tidak kita namakan dengan hadits Masyhur, padahal di kebanyakan tingkatan sanad terdapat lebih dari dua perawi? Jawabnya karena kita melihat kepada jumlah perawi yang paling sedikit dalam tingkatan sanad, karena menurut kaidah di kalangan mereka mengatakan bahwa jumlah yang paling sedikit dalam salah satu tingkatan sanad menghukumi (menjadi penentu) pada kebanyakan tingkatan sanad yang lain. Maka hadits pada contoh di atas tetap dihukumi ‘Aziz sekalipun pada kebanyakan tingkatan sanad diriwayatkan oleh tiga atau lebih perawi, hal ini dikarenakan ada salah satu tingkatan sanad yang hanya diriwayatkan oleh dua orang perawi saja.

Demikian juga jika ada hadits diriwayatkan oleh seratus orang perawi dari satu orang perawi, dari seratus perawi kemudian dari sepuluh perawi dan seterusnya maka ini dikatakan hadits Gharib (akan datang penjelasannya pada pembahasan berikutnya, insyaa Allah). Oleh sebab itu –sebagaimana yang akan datang penjelasannya- hadits tentang niat diriwayatkan dari Yahya bin Sa’id oleh tujuh ratus orang perawi –menurut salah satu pendapat-, namun demikian ia tetap disebut sebagai hadits Gharib, karena jumlah yang terkecil adalah jumlah yang menjadi patokan/standar. (Syarah al-Lu’lu al-Maknuun karya Syaikh ‘Abdulkarim al-Khhudair).

Adapun Dr. Mahmud ath-Thahhan memberikan definisi terhadap hadits ‘Aziz:”Hadits perawinya tidak boleh kurang dari dua orang pada tiap-tiap tingkatan sanadnya.”

Maksudnya kata beliau:”Tidak boleh dalam salah satu thabaqat (tingkatan) dari thabaqat-habaqat (tingkatan-tingkatan) sanadnya kurang dari dua orang perawi. Adapun jika ada tiga perawi atau lebih dalam thabaqat-habaqat yang lainnya maka hal itu tidak mengapa, dengan syarat ada salah satu thabaqat dalam sanad tersebut yang berjumlah dua orang perawi. Karena yang jadi ukuran atau standar adalah thabaqat-habaqat yang paling sedikit jumlah perawinya.”(Taisir Musthalahil Hadits)

Hukumnya

Hadits ‘Aziz tidak dihukumi dengan shahih atau dha’if sekalipun kemungkinan shahihnya lebih besar dibandingkan dengan hadits Gharib. Maksudnya bahwa jika sebuah hadits dinyatakan ‘Aziz maka tidak serta merta dia dihukumi sebagai hadits shahih sebelum diteliti dan dikaji para perawinya. Hal ini sebagaimana pada hadits Masyhur.Wallahu A’lam

Contohnya

Sebagaimana telah dikemukakan di awal bahwasanya dinamakan hadits ‘Aziz dikarenakan sedikitnya jumlah hadits tersebut, maka sedikit sekali kita jumpai contoh hadits ‘Aziz. Kebanyakan ulama mencontohkan hadits ‘Aziz dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari rahimahullah dalam kitab al-Iman, Imam Muslim rahimahullah dalam kitab al-Iman dan diriwayatkan pula oleh selain keduanya, yaitu hadits:

« لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين »

”Tidak sempurna keimanan seseorang diantara kalian sebelum menjadikan aku lebih ia cintai dibandingkan kedua orang tuanya, anaknya dan manusia seluruhnya.”

Hadits ini diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu dan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu. Lalu dari Shahabat Anas bin Malik hadits ini diriwayatkan oleh dua perawi yaitu Qatadah dan ‘Abdul ’Aziz bin Shuhaib, kemudian dari Qatadah diriwayatkan oleh Syu’bah dan Sa’id bin Abi ‘Urwah. Kemudian dari jalur ‘Abdul ’Aziz bin Shuhaib diriwayatkan oleh dua orang perawi yaitu Ismail bin ‘Ulaiyyah dan ‘Abdul Warits bin Sa’id. Maka hadits ini diriwayatkan dari dua orang perawi, dan dua orang perawi ada pada setiap thabaqat (tingkatan). Yang seperti ini dimakan hadits ‘Aziz.

Kitab yang Mencantumkan Hadits ‘Aziz

Para Ulama tidak menulis kitab-kitab khusus yang mencantumkan hadits-hadits ‘Aziz di dalamnya. Dan yang nampak, -Wallahu A’lam- hal ini disebabkan karena sedikitnya jumlah hadits ‘Aziz dan karena tidak adanya faidah/manfaat yang penting dari penulisan kitab seperti itu.

Tambahan

Lihat pula pembahasan yang berkaitan dengan masalah hadits ‘Aziz di situs ini dengan judul HADITS 'AZIZ, APAKAH TERMASUK SYARAT DALAM HADITS SHAHIH?

Sumber: Diringkas dan diterjemahkan dari شرح التذكرة في علوم الحديث oleh شرح اللؤلؤ المكنون oleh Syaikh Abdulkarim al-Khudair, Taisir Musthalah Hadits karya Dr. Mahmud Thahan dan lain-lain.

BAGIKAN KE ORANG TERDEKAT ANDA
ONE SHARE ONE CARE

Sekilas tentang penulis : Aksara Tanpa makna

Dakwah Islam, Kebenaran Islam, Islam Toleran