Hadits: Kesabaran Para Nabi Menghadapi Cobaan


Assalamualaikum.
Pada kesempatan ini, penulis coba menghadirkan tulisan tentang kesabaran para nabi dalam menghadapi cobaan. Tulisan ini ditulis oleh Syaikh Nashiruddin Al-Albani dalam Ash-Shahihah I. Berikut hadits serta penjelasannya:

 اَنَّ النَّبِىَّ اللّهِ اَيُّؤبَ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَبِثَ بِهِ بَلاَ ءُؤهُ ثَمَانَ عَشَرَةَ سَنَةً , فَرَفَضَهُ اْلقَرِيْبُ وَاْلبَعِيْدُ اِلاَّرَجُلَيْنِ مِنْ اِخوَانِه كَانَايَغْدوَانِه اِلَيْهِ وَيَرُؤحَانِ ,فَقَالَ اَحَدُهُمَا لِصَاحِبِه ذَاتَ يَؤمٍ : تَعْلَمُ وَاللّهِ لَقَدْاَذْنَبَ اَيُّؤبُ ذَنْبًامَااَذْنَبَهُ اَحَدٌ مِنَ اْلعَلَمِسْنَ , فَقَالَ لَهُ صَاحِبُهُ :,, وَمَاذَاكَ ؟ ,, مُنْذُ ثَمَانَ عَشَرَةَ سَنَةً لَمْ يَرْحَمْهُ اللّهُ فَسَكْشِفُ مَابِه ,فَلَمَّارَاحَااِلى اَيُّؤبَ لَمْ يَصْبِرِالرَّجُلُ حَتّى ذَكَرَذَلِكَ لَهُ , فَقَالَ اَيُّؤبُ : لاَ اَدْرِىْ مَاتَقُؤلاَنِ غَيْرَ اَنَّ اللّهَ تَعَلى يَعْلَمُ اَنِّى اَمُرُ بِاالرَّجُلَيْنِ يَتَنَاذَعَانِ , فَيَذْكُرَانِ اللهَ فَاَرْجِغُ اِلى بَيْتِى فَاُكَفِّرَ عَنْهُمَا كَرَاهِيَتَ اَنْ يَذْكُرَاللّهَ اِلاَّ فِى حَقٍٍّ : قَالَ : وَكَانَ يَخْرُجْ اِلى حَاجَتِه فَاذَاقَض حَاجَتَهُ اَمْسَكَتْهُ اَمَرَاتُهُ بِيَدِه حَتّى يَبْلُغَ , فَلَمَّا كَانَ ذَاتَ يَؤمَ ابْطَأّ عَلَيْهَاوَاَؤحَى اِلى اَيُّؤبَ : -( اركض بِرَجُلِك  هٰذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ وشَرَابٌ ) فَاسْتَبْطَأتَهُ فَتَلَقْتَهُ تَنْظُرُ وَقَدْ أَقْبَلْ عَلَيْهَا قَدْ أَذْهَبَ اللهُ مَا بِهِ مِنَ الْبَلاَءِ وَهُوَ أَحْسَنُ مَا كَانَ فَلَمَّا رَأَتْهُ قَالَتْ أَيْ بَارَكَ اللهُ فَيكَ هَلْ رَأَيْتَ نَِبيَّ اللهِ هٰذَا الْمُبْتَلِى وَاللهِ عَلٰى ذٰلِكَ مَا رَأَيْتُ أَشْبَهُ مَنْكَ إِذَ كَانَ صَحِيْحَا فَقَالَ فَإِنَّي أَنَا هُوَ وَكَانَ لَهُ أَنْدَرَانِ ( أَيْ بَيْدَرَانِ ) أَنْدَرٌ لِلْقُمْحِ وَأَنْدَرٌ للشَّعِيْر فَبَعَثَ الله سَحَابَتَيْنِ فَلَمَّا كَانَتْ إِحْدَاهُمَا عَلٰى أَنْدَرِ الْقُمْحِ أَفرغت فِيهِ الذَّهَبَ حَتىّٰ فَاضَ وَأفرغَتْ اْلأُخْرَى فَي أَنْدَرِ الشَّعِيْرِ الْوَرَقَ حَتىّٰ فَاضَ .
“Nabi Ayyub u. terkena cobaan selama delapan belas tahun. Seluruh keluarga dekatnya maupun yang jauh menjauhinya, kecuali dua orang saudaranya. Keduanya selalu mendatangi dan menghiburnya. Suatu ketika salah seorang di antara mereka berkata kepada kawannya: ”Katakanlah kawan demi Allah sungguh Ayyub telah melakukan dosa yang belum pernah diperbuat oleh seorang pun.“ Lalu kawannya bertanya: ”Dosa apa itu?“ Ia menjawab: ”Selama delapan belas tahun, Allah tidak memberi belas kasihan kepadanya, lalu Allah menghilangkan penderitaannya.“ Tatkala keduanya menghadap Nabi Ayyub, salah seorang di antara mereka tidak sabar, dan menceritakan apa yang dikatakan oleh kawannya. Lalu Nabi Ayyub menjelaskan:”Saya tidak mengerti apa yang kalian berdua katakan, hanya Allah mengetahui bahwa saya telah memerintahkan kepada dua orang yang sedang cekcok untuk berbaikan, lalu keduanya menyebut Allah (Mendengar itu) kemudian saya kembali ke rumah dan membenci keduanya, karena saya tidak suka mereka menyebut Allah, kecuali dalam perkara yang haq (benar).“ Perawi melanjutkan, suatu ketika Ayyub keluar untuk memenuhi hajatnya. Jika ia ingin memenuhi kebutuhannya, biasanya ia dipapah oleh isterinya hingga sampai di tempat. Suatu hari ia memenuhi hajatnya agak lama (lambat), ternyata ia diberi wahyu (perintah): (Allah berfirman): ”Hantanmkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum. (Shaad : 42). Sedang isterinya itupun tetap (sabar) menantinya. Tatkala isterinya itu menyambutnya ia melihat bahwa Ayyub telah pulih dari penyakitnya. Ayyub terlihat lebih ganteng dari semula. Ketika itu si isteri segera berkata: ’Wahai suamiku, semoga Allah memberi berkah kepadamu. Saya belum pernah melihat (mengetahui) ada seorang nabi yang diuji seperti ini.’ Kemudian Ayyub berseru: ”seperti inilah aku.“ Sementara Ayyub juga mempunyai dua tempat menumbuk biji, satu untuk biji gandum dan yang satunya lagi untuk terigu. Lalu Allah mengutus dua gerombol awan. Tatkala salah satu awan itu berada tepat diatas tempat menumbuk biji gandum, maka ia mengucurkan emas ke dalamnya hingga meluap, sedang awan lainnya mengucurkan perak pada tempat menumbuk biji terigu.“
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la di dalam Musnad-nya (176/1-177/1) dan Abu Na’om di dalam Al-Hilayah (3/374-375) dari dua jalur yang berasal dari Sa’id bin Abi Maryam yang diperoleh dari Nafi’ bin Zaid dari Uqail dari Ibnu Syihab dan Anas bin Malik secara marfu’. Selanjutnya Abu Ya’la berkata:

”Hadits ini gharib dari hadits Zuhri. Tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali Uqail. Sedang semua perawi disepakati adil (konsisten di dalam menjauhi larangan-larangan syari’at), hanya Nafi’ yang kurang mendapatkan kesepakatan dalam keadilannya.“

Namun saya tetap berpendapat bahwa Nafi’ adalah tsiqah seperti dikatakan oleh Imam Muslim. Dan Imam Muslim juga menyampaikan haditsnya. Adapun perawi-perawi yang lain adalah perawi-perawi yang dipakai oleh Bukhari dan Muslim. Oleh karena itu hadits ini adalah shahih. Penilaian yang sama juga diberikan oleh Adh-Dhiya’ Al-Maqdisi, sehingga ia juga menyampaikannya di dalam Al-Mukhtarah (220/2-221/1). Sementara itu Ibnu Hibban juga  meriwayatkan di dalam kitab shahih-nya (2091), dari Ibnu Wuhaib yang diberi riwayat oleh Nafi’ bin Zaid.

Hadits ini termasuk hadits yang membatalkan (menggugurkan) hadits yang ada di dalam Al-Jami’ush-Shaghir dengan redakisi:
”Allah menolak menjadikan bala’(cobaan/ujian) sebagai penguasa bagi hambaNya yang mukmin.“

Penjelasan mengenai hal ini akan saya sampaikan ketika menjelaskan hadist-hadits dha’if, insya Allah.

BAGIKAN KE ORANG TERDEKAT ANDA
ONE SHARE ONE CARE

Sekilas tentang penulis : Aksara Tanpa makna

Dakwah Islam, Kebenaran Islam, Islam Toleran