“Dan hanya sedikit di antara hamba-hambaKu yang mau bersyukur.” (QS. Saba`: 13)
Dengan wajah sedih, seorang laki-laki datang kepada seorang ulama. Dia mengeluhkan kefakiran dan berbagai kemalangan hidup yang dialaminya. Ulama tersebut berkata, “Apa kamu mau penglihatanmu diambil dan diganti dengan seribu dinar?” Orang itu berkata, “Tidak.”
Sang ulama bertanya lagi, “Apa kamu senang menjadi orang bisu dan diberi seribu dinar?” Orang tersebut menjawab, “Tidak.” Sang ulama yang dikenal shalih itu kembali bertanya, “Apa kamu mau dua tangan dan dua kakimu buntung lalu kamu mendapatkan dua puluh ribu dinar?” Orang tersebut lagi-lagi menjawab, “ Tidak.”
“Apa kamu mau jadi orang gila dan dikasih sepuluh ribu dinar?,” tanya sang ulama lagi. Dan sekali lagi orang tersebut mengatakan, “Tidak.” Maka, sang ulama bijak itu pun berkata, “Terus, apa kamu ini tidak malu kepada Tuhanmu yang telah memberimu harta senilai puluhan ribu dinar?!”
Kisah ini berbicara, betapa banyak orang salah persepsi, dikiranya nikmat hanya sebatas harta dan materi semata. Mereka tidak menyadari, bahwa nikmat Allah meliputi segala hal; keimanan, kesehatan, keluarga, tempat tinggal, kepandaian, teman yang baik, pemimpin yang adil, tumbuh-tumbuhan, makanan, dan sebagainya. Itu semua adalah nikmat yang harus disyukuri, baik kita memintanya ataupun tidak.
Untuk menjadi orang bersyukur, setidaknya ada tiga syarat yang harus dipenuhi. Pertama; mengetahui apa itu nikmat dan meyakini sepenuhnya bahwa nikmat tersebut adalah pemberian Allah. Kedua; bahagia dan gembira dengan nikmat yang Allah berikan kepada kita. Dan ketiga; melakukan hal-hal yang disukai oleh Pemberi nikmat, baik melalui lisan dengan ucapan alhamdulillah, ataupun melalui perbuatan-perbuatan yang disukai-Nya.
Bersyukur juga bisa dilakukan dengan menampakkan sebagian nikmat dalam penampilan, namun bukan dengan niat sombong. Melainkan dengan niat mengabarkan kepada manusia bahwa Allah telah memberikan nikmat-Nya kepadanya. Sebab, Allah senang jika hamba-Nya berbahagia dengan nikmat yang Dia berikan dan menampakkan bekas nikmat-Nya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah senang melihat bekas nikmat-Nya yang Dia berikan kepada hamba-Nya.” (HR Ahmad dan At-Tirmidzi).
Wallahu a’lam bish-shawab.
Oleh : Abduh Zulfidar Akaha
Dikutip dan Ringkas Judul oleh situs Dakwah Syariah
Dengan wajah sedih, seorang laki-laki datang kepada seorang ulama. Dia mengeluhkan kefakiran dan berbagai kemalangan hidup yang dialaminya. Ulama tersebut berkata, “Apa kamu mau penglihatanmu diambil dan diganti dengan seribu dinar?” Orang itu berkata, “Tidak.”
Sang ulama bertanya lagi, “Apa kamu senang menjadi orang bisu dan diberi seribu dinar?” Orang tersebut menjawab, “Tidak.” Sang ulama yang dikenal shalih itu kembali bertanya, “Apa kamu mau dua tangan dan dua kakimu buntung lalu kamu mendapatkan dua puluh ribu dinar?” Orang tersebut lagi-lagi menjawab, “ Tidak.”
“Apa kamu mau jadi orang gila dan dikasih sepuluh ribu dinar?,” tanya sang ulama lagi. Dan sekali lagi orang tersebut mengatakan, “Tidak.” Maka, sang ulama bijak itu pun berkata, “Terus, apa kamu ini tidak malu kepada Tuhanmu yang telah memberimu harta senilai puluhan ribu dinar?!”
Kisah ini berbicara, betapa banyak orang salah persepsi, dikiranya nikmat hanya sebatas harta dan materi semata. Mereka tidak menyadari, bahwa nikmat Allah meliputi segala hal; keimanan, kesehatan, keluarga, tempat tinggal, kepandaian, teman yang baik, pemimpin yang adil, tumbuh-tumbuhan, makanan, dan sebagainya. Itu semua adalah nikmat yang harus disyukuri, baik kita memintanya ataupun tidak.
Untuk menjadi orang bersyukur, setidaknya ada tiga syarat yang harus dipenuhi. Pertama; mengetahui apa itu nikmat dan meyakini sepenuhnya bahwa nikmat tersebut adalah pemberian Allah. Kedua; bahagia dan gembira dengan nikmat yang Allah berikan kepada kita. Dan ketiga; melakukan hal-hal yang disukai oleh Pemberi nikmat, baik melalui lisan dengan ucapan alhamdulillah, ataupun melalui perbuatan-perbuatan yang disukai-Nya.
Bersyukur juga bisa dilakukan dengan menampakkan sebagian nikmat dalam penampilan, namun bukan dengan niat sombong. Melainkan dengan niat mengabarkan kepada manusia bahwa Allah telah memberikan nikmat-Nya kepadanya. Sebab, Allah senang jika hamba-Nya berbahagia dengan nikmat yang Dia berikan dan menampakkan bekas nikmat-Nya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah senang melihat bekas nikmat-Nya yang Dia berikan kepada hamba-Nya.” (HR Ahmad dan At-Tirmidzi).
Wallahu a’lam bish-shawab.
Oleh : Abduh Zulfidar Akaha
Dikutip dan Ringkas Judul oleh situs Dakwah Syariah